Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi.
Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Beratnya luka Bakar
Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada dalam, luas dan letak luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis.
Derajat luka Bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (woll). Bahan sintesis seperti nilon dan dakron selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi lalu menjadi lengket, sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat.
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam dua sampai tiga minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung, atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi.
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis atau organ yang lebih dalam. Tidak ada elemen epitel hidup yang tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka. Oleh karena itu untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat. Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri.
Diagnosis banding ditentukan dengan uji tusuk jarum. Uji dilakukan dengan menusukkan jarum untuk menentukan apakah daerah luka bakar masih memiliki daya rasa. Bila tusukan ini masih terasa artinya sensorisnya masih berfungsi dan dermis masih vital, luka tersebut bukan derajat tiga.
Luas luka Bakar
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa digunakan "rumus 9" yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai, dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%, sisanya 1 % adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak-anak.
Untuk anak, kepala, leher 15%, badan depan dan belakang, masing-masing 20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15%.
Selain dalam dan luasnya permukaan, prognosis dan penanganan ditentukan oleh letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita. Daerah perineum, ketiak, leher, dan tanagan sulit perawatannya, antara lain karena mudah mengalami kontraktur.
Karena bayi dan orang usia lanjut daya kompensasinya lebih rendah maka bila terbakar digolongkan dalam golongan berat.
Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan-lahan maksimal terjadi setelah 8 jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi pada di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya deuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nasokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjad nekrotik, akibatnya luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehigga jaringan yang didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya, luka bakar ini disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemn epitel yang masih vital, misalnya sel sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik sangat jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik, dan pada fase akut maka peristaltis menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi maka peristaltis dapat menurun karena kekerungan ion kalium. Stres dan beban faal yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadi tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik, yang disebut sebagai tukak Curling. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru (ARDS), yang berakhir kematian. Reaksi inflamasi yang berkepanjangan akibat luka bakar menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur-struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan timbulnya parut yang tidak beraturan (hipertrofik), kontraktur, deformitas sendi dan lain-lain.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya, luka bakar ini disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemn epitel yang masih vital, misalnya sel sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik sangat jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik, dan pada fase akut maka peristaltis menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi maka peristaltis dapat menurun karena kekerungan ion kalium. Stres dan beban faal yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadi tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik, yang disebut sebagai tukak Curling. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru (ARDS), yang berakhir kematian. Reaksi inflamasi yang berkepanjangan akibat luka bakar menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur-struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan timbulnya parut yang tidak beraturan (hipertrofik), kontraktur, deformitas sendi dan lain-lain.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase metabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar.
Terapi
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam airatau menyiraminya dengan air selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Dengan demikian, luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat berhenti pada derajat I, atau luka yang akan menjadi tingkat III dihentikan pada tingkat II atau tingkat I. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin, tidak usah steril.
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk berproliiferas, dan menutup permukaan luka. Luka yang dirawat secara tertutup atau terbuka.
Pada luka bakar yang berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar ringan, jikalau perlu dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan nafas, diberikan capuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi udem laring, dipasang pipa endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi ruang mati, dan memudahkan pembersihan jalan nafas dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO diberikan oksigen murni.
Perawatan lokal adalah mengoleskan luka dengan antiseptik dan membiarkannya terbuka atau menutupnya dengan pembalut steril untuk perawatan tertutup. Kalau perlu penderita dimandikan dahulu. Selanjutnya diberikan pencegahan tetanus berupa ATS (Anti Tetanus Serum) dan atau toksoid. Analgesik diberikan bila penderita kesakitan.
Terapi
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang tersiram air panas.
Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam airatau menyiraminya dengan air selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama. oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Dengan demikian, luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat berhenti pada derajat I, atau luka yang akan menjadi tingkat III dihentikan pada tingkat II atau tingkat I. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin, tidak usah steril.
Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk berproliiferas, dan menutup permukaan luka. Luka yang dirawat secara tertutup atau terbuka.
Pada luka bakar yang berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar ringan, jikalau perlu dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan nafas, diberikan capuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi udem laring, dipasang pipa endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi ruang mati, dan memudahkan pembersihan jalan nafas dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO diberikan oksigen murni.
Perawatan lokal adalah mengoleskan luka dengan antiseptik dan membiarkannya terbuka atau menutupnya dengan pembalut steril untuk perawatan tertutup. Kalau perlu penderita dimandikan dahulu. Selanjutnya diberikan pencegahan tetanus berupa ATS (Anti Tetanus Serum) dan atau toksoid. Analgesik diberikan bila penderita kesakitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar