PENDAHULUAN
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
Autisme dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya, miskin, di desa di kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Jumlah anak yang terkena autisme semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia, kondisi ini menyebabkan banyak orangtua menjadi was-was sehingga sedikit saja anak menunjukkan gejala yang dirasa kurang normal selalu dikaitkan dengan gangguan autisme. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakan jumlah anak autisme dapat mencapai 150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6-4: 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.
—-Autisme termasuk kasus yang jarang, biasanya identifikasinya melalui pemeriksaan yang teliti di rumah sakit, dokter atau sekolah khusus. Dewasa ini terdapat kecenderungan peningkatan kasus-kasus autisme pada anak (autisme infantil) yang datang pada praktek neurologi dan praktek dokter lainnya. Umumnya keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua adalah keterlambatan bicara, perilaku aneh dan acuh tak acuh, atau cemas apakah anaknya tuli.
Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autis akan semakin meningkat pesat. Jumlah penyandang autis semakin mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor resikonya.
Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Sehingga saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autis.
DEFINISI
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah ada sejak lahir.
ETIOLOGI
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang peranan penting pada terjadinya autistik. Bayi kembar satu telur akan mengalami gangguan autistik yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu keluarga atau dalam satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama.
Selain itu pengaruh virus seperti rubella, toxoplasma, herpes, jamur, nutrisi yang
buruk, perdarahan, keracunan makanan maupun kelainan kromosom. Pada kehamilan dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.
buruk, perdarahan, keracunan makanan maupun kelainan kromosom. Pada kehamilan dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.
Akhir-akhir ini dari penelitian terungkap juga hubungan antara gangguan
pencernaan dan gejala autistik. Ternyata lebih dari 60 % penyandang autis ini mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek asam amino yang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik, peptida ini diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif, atensi dan perilaku.
pencernaan dan gejala autistik. Ternyata lebih dari 60 % penyandang autis ini mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek asam amino yang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik, peptida ini diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif, atensi dan perilaku.
GEJALA KLINIS
Gejala-gejala autisme mencakup beberapa gangguan perkembangan pada anak, yaitu:
1. Gangguan komunikasi, verbal dan non verbal
Terlambat bicara atau tidak dapat bicara
Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain
Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai
Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
Meniru atau membeo, ada yang pandai meniru nyanyian, nada atau kata-kata yang tak ia mengerti artinya
Kadang bicara monoton seperti robot
Mimik muka datar
Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat
2.Gangguan interaksi sosial
Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
Mengalami ketulian
Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
Tidak berusaha untuk berinteraksi dengan orang lain
Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya
Bila didekati untuk bermain justru menjauh
Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun
Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap orangtuanya
3.Gangguan perilaku dan bermain
Tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama selama berjam-jam
Bila sudah senang dengan satu mainan, tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh
Terpaku pada roda (memegang roda mobil-mobilan terus menerus untuk waktu lama) atau sesuatu yang berputar
Lekat dengan benda-benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana-mana
Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak
Sering melakukan perilaku ritualistic
Kadang terlihat hiperaktif, seperti tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat-lompat, berputar-putar, memukul benda berulang-ulang, atau sangat diam dan tenang.
4. Gangguan perasaan dan emosi
Tidak punya atau kurang berempati, misalnya tidak punya rasa kasihan. Bila ada anak yang menangis, ia tidak kasihan tapi malah merasa terganggu. Ia bisa saja mendatangi si anak dan memukulnya
Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa yang diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif
5. Gangguan persepsi sensoris
Mencium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja
Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
Tidak menyukai rabaan dan pelukan. bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan
Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu.
DIAGNOSA
Gejala autisme mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun , secara umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2-5 tahun. Pada beberapa kasus aneh gejala terlihat pada masa sekolah. Berdasarkan penelitian lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Beberapa tes untuk mendeteksi dini kecurigaan autisme hanya dapat dilakukan pada bayi berumur 18 bulan ke atas.
Autisme pada anak bisa diatasi lebih efektif jika diketahui sejak dini gejalanya. Banyak orang tua terlambat menyadari buah hatinya mengalami autisme karena tak tahu gejalanya.
Menurut penelitian terbaru, autisme bisa didiagnosis lebih dini dengan melihat bagaimana respon batita saat menonton serial kartun atau animasi. Batita akan sangat senang dan memfokuskan perhatian ketika melihat gerakan.
Dalam serial kartun terdapat banyak gerakan dan biasanya batita senang untuk melihatnya. Tetapi bagi batita autisme, mereka akan mengacuhkan gerakan dalam serial kartun tersebut.
PENATALAKSANAAN
Dengan modifikasi perilaku yang spesifik diharapkan dapat membantu anak autisme dalam mempelajari perilaku yang diharapkan dan membuang perilaku yang bermasalah.
Dalam suatu penelitian dikatakan, dengan terapi yang intensif selama 1-2 tahun, anak yang masih muda ini dapat berhasil meningkatkan IQ dan fungsi adaptasinya lebih tinggi dibanding kelompok anak yang tidak memperoleh terapi yang intensif. Pada akhir dari terapi, sekitar 42% dapat masuk ke sekolah umum. Agresivitas yang cukup banyak ditemukan pada anak autisme, memerlukan penangan yang spesifik, yakni:
Dalam suatu penelitian dikatakan, dengan terapi yang intensif selama 1-2 tahun, anak yang masih muda ini dapat berhasil meningkatkan IQ dan fungsi adaptasinya lebih tinggi dibanding kelompok anak yang tidak memperoleh terapi yang intensif. Pada akhir dari terapi, sekitar 42% dapat masuk ke sekolah umum. Agresivitas yang cukup banyak ditemukan pada anak autisme, memerlukan penangan yang spesifik, yakni:
Anak:
a.Ajari keterampilan berkomunikasi (non-verbal).
b.Tingkatkan ketrampilan sosial (dengan peragaan)
a. Medis
a.Konsultasi endokrinologi: untuk mengatasi agresivitas seksual.
b.Konnsultasi neurologi: untuk menyingkirkan adanya kejang lobus temporalis dan sindrom hipotalamik.
b. Lingkungan
b. Lingkungan
Lingkungan harus aman, teratur, dan responsif
c. Sekolah:
•Periksa prestasi akademik yang diharapkan.
•reaksi dari teman-teman.
•Coba kurangi tuntutan dan perubahan.
•Konsultasi dengan para ahli
d. Rumah:
•Bagaimana penerimaan keluarga terhadap anak (orangtua dan saudara-saudaranya).
•Catat tuntutan-tuntutan terhadap anak dan coba kurangi setiap perubahan rutinitas.
•Pembatasan ruang adalah penting.
•Konsultasi dengan para ahli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar