Leptospirosis

   Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikro organisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 yang membedakan penyakit yang disertai dengan ikterus ini dengan penyakit lain yang juga menyebabkan ikterus. Bentuk yang beratnya dikenal sebagai Weil's disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cutter fever dan lain-lain.
   Leptospirosis acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk the emerging infectious diseases.

Etiologi
   Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 mikrometer, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 mikrometer. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat rotasi aktif tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap. Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuat kultur yang positif. Dengan medium Fletcher's dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob.
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies: L.interrogans yang patogen dan L.biflexa yang non patogen/ saprofit. Tujuh spesies dari leptospira patogen sekarang ini telah diketahui dasar ikatan DNA nya, namun lebih praktis dalam klinik dan epidemiologi menggunakan klasifikasi yang didasarkan atas perbedaan serologis. Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23 serogrup. 
   Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia ialah L.icterohaemorrhagica dengan reservoir  tikus, L.canicola dengan reservoir anjing dan L.pomona dengan reservoir sapi dan babi.

Epidemiologi
   Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, di semua benua kecuali benua Antartika, namun terbanyak didapati daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut atau binatang pengerat lainnya seperti tupai, musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama dari L.icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan terus menerus serta ikut mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan
   Di Indonesia Leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, sumatera Utara, Bali, NTB, sulawesi Selatan, sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002 dilaporkan lebih dari seratus kasus leptospirosis dengan 20 kematian.

Penularan
   Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika ada luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deraspun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leprospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau dokter hewan.

Patogenesis
   Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganismenya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu.
   Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesa leptospirosis : invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.








Patologi
   Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoselular dengan retensi bilier. Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologis terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenal leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah.

Gambaran Klinis
   Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.
   Fase Leptospiraemia. Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di daerah frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran dan hal ini terjadi apabila leptospira sudah masuk ke dalam cairan serebrospinal yang diduga diperantarai oleh mekanisme imunologis.
   Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia karena leptospira sudah memasuki ruang anterior mata dan hal ini dapat bertahan beberapa bulan.
  Pada kulit dapat dijumpai rash yang terbentuk makular, makulopapular atau urtikaria. Kadamg-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal. Penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.
Fase imun. Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40oC disertai mengigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, petekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasiperdarahan yang paling sering. Conjungtiva infection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis.
   Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam urin.


Diagnosis
   Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diastesis hemoragik bahkan beberapa kasus datang sebagai pankreatitis. Pada anamnesis penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala/ keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali dll.
   Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai protein uria, leukosituria dan torak (cast).
   Bila organ hati terlibat, bilirubin direct meningkat tanpa peningkatan transaminase, BUN, ureum dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.
1. Kultur : dengan mengambil spesimen dari darah atau CCS segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil spesimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotik. Kultur urin diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Pada spesimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan.
2. Serologi : jenis uji serologi dapat dilihat untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), silver stain atau fluorescent antibody stain dan mikroskop lapangan gelap.


Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap penderita leptospirosis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti Penisilin, Streptomycin, Tetracycline atau Erythromycin, Amoksisilin, Ampisilin (aspek terapi kausatif). Aspek terapi suportif adalah dengan pemberian antipiretik dan pemberian nutrisi yang baik. Dari bermacam-macam antibiotik yang tersebut diatas, menurut Turner, pemberian penisilin atau tetracycline dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat baik. Cara mengobati penderita leptospirosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
  • Pemberian suntikan Benzyl (crystal) Penisilin akan efektif jika secara dini pada hari ke 4-5 sejak mulai sakit atau sebelum terjadi jaundice dengan dosis 6-8 megaunit secara intravena, yang dapat secra bertahap selama 5-7 hari
  • Selain cara diatas, kombinasi crystalline dan procaine penicillin dengan jumlah yang sama dapat diberikan setiap hari dengan dosis 4-5 megaunit secara i.m, separuh dosis dapat diberikan selama 5-6 hari. Procaine penicillin 1,5 megaunit i.m, dapat diberikan secara kontinue selama 2 hari setelah terjadi albuminuria
  • Untuk penderita yang alergi terhadap penicilline dapat diberikan antibiotik lain yaitu Tetracycline atau Erythromycine. Tetapi kedua antibiotik tersebut kurang efektif dibanding Penicilline. Tetracycline tidak dapat diberikan jika penderita mengalami gagal ginjal. Tetracycline dapat diberikan secepatnya dengan dosis 250 mg setiap 8 jam i.m atau i.v selama 24 jam, kemudian 250-500 mg setiap 6 jam secara oral selama 6 ahri. Erythromycine diberikan dengan dosis 250 mg setiap 6 jam selama 5 hari.
Prognosis
   Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada usia di bawah 30 tahun dan pada usia lanjut mencapai 30-40 tahun.




KESIMPULAN
   Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi lebih berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang terpapar diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.









Referensi: Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009




























































Tidak ada komentar: