Poliomielitis

   Poliomielitis merupakan infeksi enterovirus yang menyerang sel susunan saraf pusat sehingga menyebabkan paralisis dan deformitas yang bersifat ireversibel. Kejadian infeksi ini tinggi di negara yang tidak menerapkan program vaksinasi.
  Pada dasarnya poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
   Penyakit ini umumnya menyerang anak usia 2 sampai 8 tahun, meskipun dapat juga menyerang orang dewasa yang rentan. Penularan sangat mudah terjadi sama mudahnya dengan penularan influenza. Masa tunas penyakit ini berkisar antara 1-2 minggu.
Patologi
   Virus polio merupakan anggota kelompok enterovirus yang bersifat neurotropik, yaitu menyebabkan kerusakan sel saraf pusat dan menyebabkan inflamasi di sekitarnya. Tidak semua bagian susunan saraf pusat terserang virus polio. Bagian yang sering dirusak adalah medulla spinalis terutama sel saraf motorik di kornu anterior, medulla oblongata khususnya sel vestibuler, sel saraf motorik nervi kranialis dan formasio retikularis, serebelum dan bisa juga korteks serebri meskipun jarang. Poliomielitis juga menyebabkan kelainan patologi di luar susunan saraf tetapi kelainan itu biasanya merupakan kelainan sekunder, misalnya pneumonia akibat aspirasi, dekubitus akibat imobilisasi. Tidak semua sel saraf yang terinfeksi akan mati, sebagian akan sembuh kembali dan penyembuhan akan terjadi dalam 3-4 minggu sesudah serangan. Yang tersering adalah kematian sel saraf yang menyebabkan kelumpuhan otot bagian proksimal ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, yaitu otot gelang bahu dan otot panggul.

   Virus masuk badan melalui saluran cerna atau saluran nafas kemudian masuk ke tonsil, faring, menyebar ke kelenjar limfe servikal, plakat Peyer dan kelenjar limfe mesentrial, dan akhirnya terjadi viremia minor. Ini mengakibatkan masuknya virus ke susunan saraf pusat, jantung, hepar, pankreas, adrenal, saluran nafas, kulit, dan mukosa. Setelah itu terjadi viremia mayor yang terutama melibatkan susunan saraf pusat. Selanjutnya akan terbentuk antibodi yang akan menghentikan viremia sampai virus di badan habis secara berangsur.

Gambaran Klinis
   Pada tahap viremia minor didapati keluhan dan gejala non neurologis seperti demam, malaise, anoreksia, muntah, nyeri tenggorokan, nyeri kepala, konstipasi dan nyeri perut. Pada tahap viremia mayor tanpa paralisis, didapati gejala rangsangan meningeal yang berupa kaku leher dan tulang belakang. Ini menyebabkan apa yang dikenal sebagai tanda kaki tiga.
   Pada tahap viremia mayor dengan paralisis, gejala viremia mayor tanpa paralisis tetap ada ditambah kelemahan satu atau lebih kelompok otot, bisa di kranial melalui saraf otak. Kelemahan ototnya bersifat lembek atau flasid. Berdasarkan serangan virusnya dibedakan paralisis bentuk spinal (terjadi pada otot anggota gerak, bisa juga otot nafas) dan bentuk ensefalitik.
   Perluasan penyakit ini terjadi dalam dua hari. Dalam keadaan akut ini, perlu diperhatikan adanya ileus paralitik dan kemungkinan kelumpuhan otot. Setelah fase akut, terjadi penyembuhan kelumpuhan secara berangsur (fase konfalesens). Pada masa ini perlu diperhatikan perawatan pasien, terutama meletakkan pasien dalam posisi fisiologis dan posisi yang tidak dipaksakan. Program rehabilitasi dimulai antara lain dengan gerakan pasif secara lembut pada sendi. Masa penyembuhan ini terus berlangsung selama 2 tahun sampai terjadi penyembuhan paralisis sebagian otot sementara sebagian lain tetap paralisis. Pada fase ini, program rehabilitasi dijalankan dengan tujuan mencegah terjadinya kelainan yang lebih hebat, mengoreksi kelainan yang telah ada, memindahkan insersi otot dengan maksud menyeimbangkan kekuatan otot, menstabilkan sendi dan sedapat mungkin menyisihkan prostesis.

Diagnosa
 Pada kasus ringan akan ditemukan gejala berupa :
•    Demam
•    Sakit kepala
•    Mual
•    Muntah
•    Nyeri perut
•    Peradangan tenggorokan
Pada kasus nonparalisis akan ditemukan gejala :
•    Kaku kuduk
•    Sakit kepala yang hebat
•    Nyeri di bagian belakang anggota gerak bawah
•    Perdangan selaput otak

Pada kasus paralisis akan ditemukan gejala :
•    Gangguan pada saraf-saraf otot pada lokasi tertentu atau menyebar
•    Gangguan fungsi otot yang tidak simetris (berbeda antara kiri-kanan)
•    Pengecilan ukuran otot (beberapa minggu)
•    Kesembuhan dapat total, sebagian atau tidak



Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dengan kecurigaan suatu polio dapat dilakukan pemeriksaan spesimen dari cairan cerbrospinal, feses dan lendir mukosa tenggorokan dan dilakukan kultur dari virus. Dari pemeriksaan darah dapat dilakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin G (IgG) akan didapatkan peningkatan hingga 4 kali angka normal. Pemeriksaan pada saat fase akut dapat dilakukan dengan pemeriksaan antibodi immunoglobulin M (IgM) yang akan didapatkan hasil yang positif. 


Penatalaksanaan
   Tidak ada obat antivirus yang efektif untuk poliovirus, sehingga terapi yang utama adalah mengurangi keluhan (suportif). Antinyeri diberikan untuk keluhan nyeri kepala. Penggunaan ventilator dilakukan pada pasien dengan gangguan otot pernafasan, dan apabila diperkirakan penggunaan ventilator akan berlangsung lama dapat dilakukan tracheostomy. Terapi rehabilitasi dilakukan pada pasien dengan paralisis otot dan adanya luka akibat tekanan (dekubitus). Pemberian pencahar diperlukan karena mobilisasi yang kurang sehingga pencernaan akan terjadi gangguan dan juga pemberian diit lunak dan tinggi serat.
   Terapi bedah berupa penggabungan sendi panggul diperlukan pada pasien dengan efek samping gangguan bentuk atau pengeroposan dari sendi panggul.

Pencegahan
   Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi. Keampuhan vaksinasi terbukti dari menurunnya bahkan sudah habisnya kasus poliomielitis di negara tempat vaksinasi dilakukan secara teratur. Higiene dan sanitasi yang baik merupakan faktor tambahan yang menurunkan angka kejadian poliomielitis.
   Vaksin dibuat dari virus neurotrop yang tidak aktif atau mati (vaksin Salk), atau dari virus enterotrop yang masih hidup yang diberikan per os (vaksin Sabin). Imunitas yang didapat dari vaksinasi ini bertahan seumur hidup.

Tidak ada komentar: