Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 – 60 %), sisa plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta (16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %), kelainan darah (0,5 – 0,8 %).
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana.
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder.
Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen, yaitu dengan resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
I. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < > 100 x/menit, kadar Hb < >2.
Perdarahan post partum dibagi menjadi :
1. Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.
2. Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.
II. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain :
- Atonia uteri
- Luka jalan lahir
- Retensio plasenta
- Gangguan pembekuan darah
III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut
- Atonia uteri 50 – 60 %
- Sisa plasenta 23 – 24 %
- Retensio plasenta 16 – 17 %
- Laserasi jalan lahir 4 – 5 %
- Kelainan darah 0,5 – 0,8 %
IV.Penilaian Klinik
Tabel II.1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok
Volume Kehilangan Darah | Tekanan Darah (sistolik) | Gejala dan Tanda | Derajat Syok |
500-1.000 mL (10-15%) | Normal | Palpitasi, takikardia, pusing | Terkompensasi |
1000-1500 mL (15-25%) | Penurunan ringan (80-100 mm Hg) | Lemah, takikardia, berkeringat | Ringan |
1500-2000 mL (25-35%) | Penurunan sedang (70-80 mm Hg) | Gelisah, pucat, oliguria | Sedang |
2000-3000 mL (35-50%) | Penurunan tajam (50-70 mm Hg) | Pingsan, hipoksia, anuria | Berat |
Tabel II.2. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum
Gejala dan Tanda | Penyulit | Diagnosis Kerja |
Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Perdarahan segera setelah anak lahir | Syok Bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar | Atonia uteri |
Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir Uterus berkontraksi dan keras Plasenta lengkap | Pucat Lemah Menggigil | Robekan jalan lahir |
Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera Uterus berkontraksi dan keras | Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan | Retensio plasenta |
Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap Perdarahan segera | Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang | Retensi sisa plasenta |
Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) | Neurogenik syok Pucat dan limbung | Inversio uteri |
Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus Perdarahan sekunder | Anemia Demam | Endometritis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak) |
V. Kriteria Diagnosis
- Pemeriksaan fisik: pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus.
- Pemeriksaan obstetri: kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir.
- Pemeriksaan ginekologi: dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.
VI. Faktor Resiko
- Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat)
- Partus presipitatus
- Solutio plasenta
- Persalinan traumatis
- Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)
- Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus
- Partus lama
- Grandemultipara
- Plasenta previa
- Persalinan dengan pacuan
- Riwayat perdarahan pasca persalinan
VII. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk
- Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal
- Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan
b. Pemeriksaan radiologi
- Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta
- USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya
VIII. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
Ø Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan.
Ø Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Para klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan jumlah produk darah yang tersedia dalam keadaan gawat.
Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan.
Tabel II.3. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya
Jenis dan Cara | Oksitosin | Ergometrin | Misoprostol |
Dosis dan cara pemberian awal | IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan tetesan cepat IM: 10 U | IM atau IV (lambat): 0,2 mg | Oral atau rektal 400 mg |
Dosis lanjutan | IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menit | Ulangi 0,2 mg IM setelah5 menit Bila masih diperlukan, beri IM/IV setiap 2-4 jam | 400 mg 2-4 jam setelah dosis awal |
Dosis maksimal per hari | Tidak lebih dari 3 L larutan fisiologis | Total 1 mg (5 dosis) | Total 1200 mg atau 3 dosis |
Kontraindikasi atau hati-hati | Pemberian IV secara cepat atau bolus | Preeklampsia, vitium kordis, hipertensi | Nyeri kontraksi Asma |
Ø Penyulit
- Syok ireversibel
- DIC
- Amenorea sekunder
Ø Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum. Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
- Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
- Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
- Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar