Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding mereka supaya mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung keseluruh tubuh. Vena-vena tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan disana tidak ada darah yang dipompa balik ke jantung kecuali fisiologi. Darah kembali ke jantung karena otot-otot tubuh yang besar menekan/memeras vena-vena ketika mereka berkontraksi dalam aktivitas normal dari gerakan tubuh. Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh mengembalikan darah ke jantung.
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki; vena-vena superficial (dekat permukaan) dan vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, seperti yang disiratkan namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot dari kaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial kedalam sistim vena dalam melalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-vena superficial dan perforator mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam mereka yang mengizinkan darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena ditekan.
Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah sebenarnya tidak berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong dari bekuan darah terlepas (embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah muara melalui jantung kedalam sistim peredaran paru, dan menyangkut dalam paru. Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT) dimaksudkan untuk mencegah pulmonary embolism.
Bekuan-bekuan dalam vena-vena superficial tidak memaparkan bahaya yang menyebabkan pulmonary emboli karena klep-klep vena perforator bekerja sebagai saringan untuk mencegah bekuan-bekuan memasuki sistim vena dalam. Mereka biasanya tidak berisiko menyebabkan pulmonary embolism.
Definisi
Deep venous thrombosis (DVT) merupakan Pembekuan pembuluh darah balik, sebagai akibatnya muncul pembengkakan pada kaki kiri, akibatnya darah yang turun sukar untuk naik kembali ke jantung.
Trombosis vena profunda (DVT) mengenai pembuluh-pembuluh darah system vena profunda yang menyerang hampir 2 juta orang Amerika setiap tahunnya. Serangan awalnya disebut DVT akut. Adanya riwayat DVT akut merupakan predisposisi untuk terjadinya DVT rekuren. Episode DVT dapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena kerusakan katup-katup vena profunda.
Faktor Resiko
Kebanyakan trombus vena profunda berasal dari ekstremitas bawah, banyak yang sembuh spontan dan lainnya menjadi lebih luas atau membentuk emboli. Penyakit ini dapat menyerang satu vena atau lebih, vena-vena dibetis adalah vena-vena paling sering diserang. Thrombosis pada vena poplitea, femoralis super fisialis, dan segmen-egmen vena ileofemoralis juga sering terjadi. Amat banyak kasus emboli paru-paru yang terjadi akibat DVT pada vena-vena panggul dan ekstremitas bawah.
Faktor resiko utama adalah:
1. Imobilitas nyata
2. Dehidrasi
3. Keganasan lanjut
4. Diskrasia darah
5. Riwayat DVT
6. Varises vena
7. Operasi atau trauma pada anggota gerak bawah atau pelvis.
Faktor predisposisi lain adalah pemakaian obat kontrasepsi yang mengandung estrogen, kehamilan, gagal jantung kongestif kronik, dan obesitas.
Gambaran Klinis
DVT merupakan masalah yang terutama tersembunyi karena biasanya tanpa gejala:emboli paru-paru dapat menjadi indikasi klinis pertama dari trombosis.pembentukan trombus pada sistem pvena profunda dapat tidak nyata secara klinis karena besarnya kapasitas sistem vena dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengelilingi okstrusi.diagnosis sulit di tegakkan karena tanda dan gejala klinisDVT tidak spesifik dan keparahan penyakit tidak berhubungan langsung dengan luas penyakit.
Tanda yang paling dapat di percaya adalah bengkak dan edema pada ekstramitas yang terkena.pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intra vaskular akibat bendungan darah vena;edema menunjukan adanya perembesan darah di sepanjang membran. Membran kapiler memasuki jaringan intersisial yang terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik.vena supervisial dapat juga berdilatasi karena okstrusi ke sistem profunda atau pirau aliran darah dari sistem profundake supervisial.walaupun pembengkakan yang terjadi biasanya unilateral,tetapi okstrusi pada vena iliofemuralis dapat menimbulkan pembengkakan bilateral.
Nyeri adalah gejala tersering, biasanya dilukiskan sebagai ras sal berjalan dapat memperberat nyeri. Nyeri tekan npada extremitas yng terserang dapat ditemukan. Dua teknik untuk menimbulkanyeri tekan adalah dorsofleksi kaki dan menggembungkan manset udara di sekeliling extremitas tersebut. Nyeri tekan pada sewaktu dorsofleksi kaki disebut tanda homan dandianggap sebagai tanda DVT yang tidak terlalu dapat dipercaya; nyeri dipaha atau betis sewaktupengembungan manset disebut tanda lowenburg. Tanda yang lain adalah meningkatnya turgor jaringan disertai pembengkakkan, kenaikan suhu kulit dengan dilatasi vena-vena superfisial, bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran, peningkatan exstraksi oksigen, dan penurunan hemoglobin.
Terdapat dua jenis trombosis vena yang jarang terjadi tapi memiliki arti karena keparahannya. Jenis yang pertama adalah phlegmasia alba dolens, yaitu suatu bentuk trombosis iliofemoral. Trombosis ini menyebabkan reaksi peradangan antarvena yang berat dan juga menyerang serat saraf antararteri, yang menyebabkanspasme arteri distal. Akibat penurunan tekanan arteri, anggota gerak menjadi pucat, terlihat membengkak, dan denyut nadi pada sistem arteri tidak teraba. Jenis kedua adalah phlegmaniaceruleadolens, dan jenis ini merupakanoklusi iliofemoral yang lebih serius. Pada kasus ini, oklusi mendadak pada aliran vena anggota gerak menimbulkan kenaikan tekanan dalam extremitas sehingga aliran arteri terhenti, dan dapat menyebabkan gangren pada extremitas. Gejala sisa ini dapat terlihat pada pasien-pasien yang dirawat karena sakit parah akibat keganasan.
Penatalaksanaan
Berdasarkan morbiditas dan mortalitas akibat DVT dan emboli paru, maka pengobatan ditekankan pada pengenalan adanya resiko tinggi dan tindakan pencegahan yang sesuai. Bila curiga adanya DVT, tujuan pengobatan adalah untuk menghindari perluasan bekuan dan embolisasi.
Metode-metode fisik untuk mengurangi statis vena sering dipakai untuk profilaksis pasien yang beresiko tinggi. Tekanan dari luar (misalnya pembalut elastic) dianjurkan untuk mengurangi statis vena. Tetapi pemakaian kaus kaki dan pembalut elastic ini harus selalu dilakukan dengan berhati-hati, untuk menghindari efek tornikel yang ditimbulkan oleh alat yang tidak pas. Aliran balik vena ke jantung dapat juga diperbaiki dengan melakukan latihan pada tungkai secara aktif dan pasif serta bergerak sedini mungkin pasca operasi.
Terapi antikoagulan dengan heparin dosis rendah atau enoksaparin (heparin dengan berat molekul rendah [LMWH]) dianjurkan beberapa ahli sebagai profilaksis pada kelompok beresiko tinggi. Heparin dosis rendah dianggap dapat mengurangi resiko komplikasi bersamaan dengan penggunaan antikoagulan yang adekuat.
Tujuan pengobatan antikoagulan adalah untuk mencegah perluasan trombus, propagasi, atau embolisasi. Antikoagulan yang digunakan selama fase akut sekarang ini menggunakan heparin intravena. LMWH biasanya diberikan pada pasien dengan DVT atau emboli paru yang tersumbat aliran venanya, pada pasien rawat jalan yang telah selesai menggunakan antikoagulan atau pada wanita yang sedang hamil. Antikoagulan oral dengan warfarin diberikan sebelum penghentian heparin atau enoksaparin. Warfarin sering diberikan bersamaan dengan antikoagulan intravena atau subkutan. Target pengobatan antikoagulasi adalah untuk mencapai perbandingan Normal Internasional (INR) yaitu 2 : 3. Pengobatan antikoagulasi oral berlanjut selama 3 hingga 6 bulan pada pasien dengan resiko sementara (setelah operasi) atau dengan DVT yang idiopatik; pada pasien dengan DVT yang berulang atau dengan factor resiko yang terus menerus, pengobatan dapat dilanjutkan selama 12 bulan atau seumur hidup.
Pemberian obat-obat fibrinolitik (streptokinase dan urokinase) untuk melarutkan bekuan semakin di sukai untuk mengobati DVT. Obat – obat ini diberikan selama tahap awal DVT akut untuk mengaktifkan system fibrinolisis endogen. System fibrinolitik berperan untuk memecahkan dan melarutkan bekuan.
Tindakan operasi pada DVT dapat berupa trombektomi atau pemotongan vena cava untuk mencegah emboli paru. Trombektomi di indikasi pada beberapa kasus DVT ileofemoral massif atau DVT luas yang mengancam anggota gerak.
Faktor Resiko
Kebanyakan trombus vena profunda berasal dari ekstremitas bawah, banyak yang sembuh spontan dan lainnya menjadi lebih luas atau membentuk emboli. Penyakit ini dapat menyerang satu vena atau lebih, vena-vena dibetis adalah vena-vena paling sering diserang. Thrombosis pada vena poplitea, femoralis super fisialis, dan segmen-egmen vena ileofemoralis juga sering terjadi. Amat banyak kasus emboli paru-paru yang terjadi akibat DVT pada vena-vena panggul dan ekstremitas bawah
Faktor resiko utama adalah:
1. Imobilitas nyata
2. Dehidrasi
3. Keganasan lanjut
4. Diskrasia darah
5. Riwayat DVT
6. Varises vena
7. Operasi atau trauma pada anggota gerak bawah atau pelvis.
Faktor predisposisi lain adalah pemakaian obat kontrasepsi yang mengandung estrogen, kehamilan, gagal jantung kongestif kronik, dan obesitas.
Gambaran Klinis
DVT merupakan masalah yang terutama tersembunyi karena biasanya tanpa gejala:emboli paru-paru dapat menjadi indikasi klinis pertama dari trombosis.pembentukan trombus pada sistem pvena profunda dapat tidak nyata secara klinis karena besarnya kapasitas sistem vena dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengelilingi okstrusi.diagnosis sulit di tegakkan karena tanda dan gejala klinisDVT tidak spesifik dan keparahan penyakit tidak berhubungan langsung dengan luas penyakit.
Tanda yang paling dapat di percaya adalah bengkak dan edema pada ekstramitas yang terkena.pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intra vaskular akibat bendungan darah vena;edema menunjukan adanya perembesan darah di sepanjang membran. Membran kapiler memasuki jaringan intersisial yang terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik.vena supervisial dapat juga berdilatasi karena okstrusi ke sistem profunda atau pirau aliran darah dari sistem profundake supervisial.walaupun pembengkakan yang terjadi biasanya unilateral,tetapi okstrusi pada vena iliofemuralis dapat menimbulkan pembengkakan bilateral.
Terdapat dua jenis trombosis vena yang jarang terjadi tapi memiliki arti karena keparahannya. Jenis yang pertama adalah phlegmasia alba dolens, yaitu suatu bentuk trombosis iliofemoral. Trombosis ini menyebabkan reaksi peradangan antarvena yang berat dan juga menyerang serat saraf antararteri, yang menyebabkanspasme arteri distal. Akibat penurunan tekanan arteri, anggota gerak menjadi pucat, terlihat membengkak, dan denyut nadi pada sistem arteri tidak teraba. Jenis kedua adalah phlegmaniaceruleadolens, dan jenis ini merupakanoklusi iliofemoral yang lebih serius. Pada kasus ini, oklusi mendadak pada aliran vena anggota gerak menimbulkan kenaikan tekanan dalam extremitas sehingga aliran arteri terhenti, dan dapat menyebabkan gangren pada extremitas. Gejala sisa ini dapat terlihat pada pasien-pasien yang dirawat karena sakit parah akibat keganasan.
Penatalaksanaan
Berdasarkan morbiditas dan mortalitas akibat DVT dan emboli paru, maka pengobatan ditekankan pada pengenalan adanya resiko tinggi dan tindakan pencegahan yang sesuai. Bila curiga adanya DVT, tujuan pengobatan adalah untuk menghindari perluasan bekuan dan embolisasi.
Metode-metode fisik untuk mengurangi statis vena sering dipakai untuk profilaksis pasien yang beresiko tinggi. Tekanan dari luar (misalnya pembalut elastic) dianjurkan untuk mengurangi statis vena. Tetapi pemakaian kaus kaki dan pembalut elastic ini harus selalu dilakukan dengan berhati-hati, untuk menghindari efek tornikel yang ditimbulkan oleh alat yang tidak pas. Aliran balik vena ke jantung dapat juga diperbaiki dengan melakukan latihan pada tungkai secara aktif dan pasif serta bergerak sedini mungkin pasca operasi.
Terapi antikoagulan dengan heparin dosis rendah atau enoksaparin (heparin dengan berat molekul rendah [LMWH]) dianjurkan beberapa ahli sebagai profilaksis pada kelompok beresiko tinggi. Heparin dosis rendah dianggap dapat mengurangi resiko komplikasi bersamaan dengan penggunaan antikoagulan yang adekuat.
Tujuan pengobatan antikoagulan adalah untuk mencegah perluasan trombus, propagasi, atau embolisasi. Antikoagulan yang digunakan selama fase akut sekarang ini menggunakan heparin intravena. LMWH biasanya diberikan pada pasien dengan DVT atau emboli paru yang tersumbat aliran venanya, pada pasien rawat jalan yang telah selesai menggunakan antikoagulan atau pada wanita yang sedang hamil. Antikoagulan oral dengan warfarin diberikan sebelum penghentian heparin atau enoksaparin. Warfarin sering diberikan bersamaan dengan antikoagulan intravena atau subkutan. Target pengobatan antikoagulasi adalah untuk mencapai perbandingan Normal Internasional (INR) yaitu 2 : 3. Pengobatan antikoagulasi oral berlanjut selama 3 hingga 6 bulan pada pasien dengan resiko sementara (setelah operasi) atau dengan DVT yang idiopatik; pada pasien dengan DVT yang berulang atau dengan factor resiko yang terus menerus, pengobatan dapat dilanjutkan selama 12 bulan atau seumur hidup.
Pemberian obat-obat fibrinolitik (streptokinase dan urokinase) untuk melarutkan bekuan semakin di sukai untuk mengobati DVT. Obat – obat ini diberikan selama tahap awal DVT akut untuk mengaktifkan system fibrinolisis endogen. System fibrinolitik berperan untuk memecahkan dan melarutkan bekuan.
Tindakan operasi pada DVT dapat berupa trombektomi atau pemotongan vena cava untuk mencegah emboli paru. Trombektomi di indikasi pada beberapa kasus DVT ileofemoral massif atau DVT luas yang mengancam anggota gerak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar