Apendisitis adalah peradangan dari apendiks atau umbai cacing. Fungsi apendiks hingga saat ini belum diketahui dengan pasti namun ternyata apendiks justru sering menimbulkan masalah kesehatan. Data epidemiologis menunjukan insidens A c u te appendicitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju daripada di negara berkembang atau di area yang tingkat konsumsi makanan berseratnya tinggi. Hal ini terkait bahwa makanan berserat bisa mengurangi viskositas feses, mengurangi bowel transite time, mengurangi pembentukan fecalith, sehingga mengurangi predisposisi terjadinya obstruksi pada lumen appendiks. Appendisitis akut merupakan infeksi bakteri yang dicetuskan akibat adanya obstruksi pada lumen appendiks. Obstruksi tersebut bisa disebabkan oleh fecalith, hyperplasia jaringan limfe, parasit (seperti spesies Schistosomes, spesies Strongyloides), korpus alienum (sejenis biji-bijian), tuberkulosis, dan tumor. Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah dan pada umumnya nafsu makan menurun.
Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.
Apendisitis dapat menyerang orang dalam berbagai kelompok umur. Umumnya apendisitis mengenai orang dengan usia dibawah 40 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun. Apendisitis akut sampai saat ini masih merupakan diagnosis klinis. Pemeriksaan penunjang dan radiologis terutama diperlukan pada kasus yang meragukan dan untuk membantu menyingkirkan diagnosis lain
Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
Epidemiologi
Apendisitis merupakan keadaan bedah akut abdomen yang paling sering. Insiden apendisitis pada laki-laki dan perempuan umumnya sama, kecuali pada umur 20-30 tahun laki-laki lebih sering. Apendisitis dapat mengenai semua umur tapi insiden pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan sedangkan insiden tertinggi ditemukan pada umur 20-30 tahun.
Etiologi
Penyebabnya hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh apendikolit, fekalomas (tinja yang mengeras), parasit (biasanya cacing ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan parut, mukus, dan lain-lain.
Namun pada umumnya, Apendisitis terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.
Patogenesis Entamoeba Hysolitica
Patogenesis Cacing Ascaris
Patofisiologi
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding capendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi.
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.
Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut:
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
· Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
· Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
1. Pemeriksaan Fisik
-Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
-Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
-Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
-Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
2. Pemeriksaan Penunjang
-Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
-Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
Penatalaksaan
Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.
KESIMPULAN
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran apendiks yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi mengalami perforasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar