Tetanus

Pendahuluan
    
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanus dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan. Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik.Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.
     Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanifestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

  
  Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
      Kuman C. tetani tersebar luas ditanah, terutama tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan luka yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya pada pecandu narkotik). Merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai pencetus tirribulnya tetanus.

Mekanisme Impuls Saraf 
 Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui sel saraf dan sinapsis. Berikut ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut:

1. Penghantaran impuls melalui Saraf
    Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan melalui serabut saraf (akson) dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada waktu sel saraf beristirahat, kutub positif terdapat di bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel saraf. Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada indra menyebabkan terjadinya pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat. Perubahan potensial ini (depolarisasi) terjadi berurutan sepanjang serabut saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan potensial bervariasi antara 1 sampai dengan 120 m per detik, tergantung pada diameter akson dan ada atau tidaknya selubung mielin. Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui oleh impuls, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial istirahat).
   Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000 detik. Energi yang digunakan berasal dari hasil pemapasan sel yang dilakukan mitokondria dalam sel saraf. Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan menghasilkan impuls yang dapat merubah potensial listrik.

2. Penghantaran impuls melalui Sinapsis
   Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain dinamakan sinapsis. Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis.
Di dalam sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi neurotransmitter, yang disebut vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit dari sel berikutnya yang membentuk sinapsis disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron, maka vesikula bergerak dan melebur dengan membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin.  
   Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke post-sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya dopamin, norepinefrin, serotonin, asam gama-aminobutirat (GABA), glisin dan asetilkolin yang terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin kemudian berdifusi melewati celah sinapsis dan menempel pada reseptor yang terdapat pada membran post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan impuls pada sel saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka akan diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh membran post-sinapsis.


Mekanisme Timbulnya Kontraksi

    Timbulnya kontraksi pada otot rangka dimulai dengan potensial aksi dalam serabut-serabut otot. . Potensial aksi ini menimbulkan arus listrik yang menyebar ke bagian dalamserabut, dimana menyebabkan dilepaskannya ion-ion kalsium dari retikulum endoplasma. Selanjutnya ion kalsium menimbulkan peristiwa-peristiwa kimia proses kontraksi. 
    Dalam fungsi tubuh normal, serabut-serabut otot rangka dirangsang oleh serabut-serabut saraf besar bermielin. Serabut-serabut saraf ini melekat pada serabut-serabut otot rangka dalam hubungan saraf otot (neuromuscular junction) yang terletak di pertengahan otot. Ketika potensial aksi sampai pada neuromuscular junction, terjadi depolarisasi dari membran saraf, menyebabkan dilepaskan Acethylcholin, kemudian akan terikat pada motor end plate membran menyebabkan terjadinya pelepasan ion kalsium yang menyebabkan terjadinya ikatan Actin-Miosin yang akhirnya menyebabkan kontraksi otot.
    Oleh karena itu potensial aksi menyebar dari tengah serabut ke arah kedua ujungnya, sehingga kontraksi hampir bersamaan terjadi di seluruh sarkomer otot. Gerak dapat dilakukan secara sadar (gerak biasa) dan secara tidak sadar (gerak reflek). Perbedaan dari kedua macam gerak tersebut adalah berkaitan dengan jalannya impuls saraf yang melewati sistem saraf pusat, yaitu jika impuls melewati otak maka gerak yang dilakukan sebagai hasil respon dari otak dinamakan gerak sadar, sedangkan jika impuls tidak melewati otak tetapi sumsum tulang belakang, maka gerak yang dihasilkan sebagai respon dari sumsum tulang belakang dinamakan gerak reflek.

A. DEFINISI
 Tetanus ialah penyakit dengan gejala-gejala kejang tonus otot-otot yang disebabkan racun yang dibentuk oleh basil Clostridium tetani. Basil ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit yang meradang bernanah. Spora basil ini terdapat di dalam feses hewan dan manusia dan di tanah yang terinfeksi oleh feses ini. Kuman tetanus ini hidup dalam suasana yang tidak mengandung oksigen atau anaerob.

B. EPIDEMIOLOGI
 Di Amerika rata-rata usia pasien tetanus berkisar antara 50 sampai dengan 57 tahun. Tetanus juga dapat menyerang semua golongan umur termasuk bayi (tetanus neonatorum). Kuman ini bisa tersebar luas diseluruh tanah terutama tanah garapan yang berasal dari kotoran hewan. 

C. ETIOLOGI
   Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping berukuran 2-5x0,4-0-0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk dalam golongan gram positif dan hidup anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang bergenderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neorotoksik. Toksik ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan syaraf ferefer setempat.



Kuman ini bermukim di usus binatang dan manusia, tetapi hanya dapat berbiak di lingkungan anaerobic, seperti di dalam koreng. Pada masa pertumbuhannya eksotoksin diproduksi yang diserap oleh aliran darah sistemik dan serabut perifer. 


D. PATOFISIOLOGI
  Pada umumnya, Clostridium Tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui daerah luka dalam bentuk spora. Penyakit akan timbul, jika spora-spora tersebut berkembang menjadi organisme berbentuk vegetatif yang hanya akan menghasilkan tetanospasmin pada keadaan penurunan potensial oksigen. Pencemaran tali pusat adalah sumber infeksi tersering pada neonatus. Pada anak-anak lebih tua, organisme tersebut didapatkan pada saat mengalami jejas traumatis. Risiko terbesar untuk mendapatkan tetanus jika terjadi luka tusuk dalam atau suatu luka yang berhubungan dengan nekrosis jaringan dan keadaan yang mempermudah proses pengeluaran toksin. Tetapi tetanus dapat pula terjadi setelah jejas-jejas kecil dan kadang-kadang tidak ditemukan pintu masuknya (port d’entree). Pada keadaan demikian, diperkirakan bahwa spora-spora yang sebelumnya telah masuk tetap bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun pada jaringan normal, untuk kemudian tumbuh jika keadaan memungkinkan. 
    Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglion/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbangan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun menyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh. Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. 
    Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular. Rangsangan yang dating mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

E. MANIFESTASI KLINIS
            Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak yang didahului oleh ketegangan otot pada rahang dan leher. Gejala-gejala timbul beberapa hari, beberapa minggu dan dapat juga beberapa bulan setelah terjadinya infeksi. Penderita merasa badannya tidak enak, kepala nyeri dan otot-otot kaku. Kemudian timbul kejang kaku pada otot-otot lokal atau mengenai otot-otot seluruh badan. Biasanya kejang dimulai dengan trismus, yaitu kejang kaku otot maseter hingga mulut makin lama makin sukar dibuka dan akhirnya terkancing. Lalu menyusul kejang pada otot-otot dinding perut. Otot-otot ini terasa kaku pada perabaan

Pada tetanus umum, kemudian timbul spasmus otot-otot tengkuk dan otot-otot tubuh lainnya yang terjadi dalam serangan-serangan. Otot-otot wajah dapat mengejang pula hingga wajah tampak menyeringai. Kejang ini dapat makin lama makin hebat hingga mengganggu pernafasan. Kesadaran biasanya tetap baik. Akan tetapi, bila asfiksia yang terjadi hebat, kesadaran akan menurun karena otak kekurangan oksigen. Pasien meninggal karena asfiksia akibat kejang otot-otot pernafasan ini, karena spasmus glotis, karena dekompensasi jantung, atau karena kelelahan. Oleh karena itu, penting sekali tindakan pencegahan.


1.      Tetanus Generalisata
      Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umum dari tetanus yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata. Masa inkubasi bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada Tetanus berat, median onset setelah trauma adalah 7 hari: 15% kasus terjadi dalam 3 hari dan 10% kasus terjadi setelah 14 hari.
      Terdapat trias klinik berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot masseter menyebabkan trismus dan rahang “terkunci“. Spasme secara progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah khas “risun sardonicus” dan meluas ke otot-otot untuk menelan yang menyebabkan disfagia. Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan eksternal dapat berlangsung selama beberapa menit dan dirasakan nyeri. Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi otot kepala. Rigiditas tubuh menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya kelenturan dinding dada. Reflex tendon dalam meningkat. Pasien dapat demam, walaupun banyak yang tidak sedangkan kesadaran tidak terpengaruh.


Disamping peningkatan tonus otot, terdapat spasme otot yang bersifat episodik. Kontraksi tonik ini tampak seperti konvulsi yang terjadi pada kelompok otot agonis dan antagonis secara bersamaan. Kontraksi ini dapat bersifat spontan atau dipicu oleh stimulus berupa sentuhan, stimulus visual, auditoria tau emosional. Spasme yang terjadi dapat bervariasi berdasarkan keparahannya dan frekuensinya tetapi dapat sangat kuat sehingga menyebabkan fraktur atau rupture tendon. Spasme yang terjadi dapat sangat berat, terus menerus, nyeri  diikutibersifat generalisata sehingga menyebabkan sianosis dan gagal nafas. Spasme dapat terjadi berulang-ulang dan dipicu oleh stimulus yang ringan. Spasme faringeal sering diikuti dengan spasme laryngeal dan berkaitan dengan terjadinya aspirasi dan obstruksi jalan nafas akut.
1.      Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan biasanya fatal apabila tidak diterapi. Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak diimunisasi secara adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat yang tidak steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan lingkungan, dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilicus. Onset biasanya dalam 2 minggu pertama kehidupan. Rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas dan spasme merupakan gambaran khas tetanus neonatorum. Di antara neonates yang terinfeksi, 90% meninggal dan retrdasi mental terjadi pada yang bertahan hidup.
2.      Tetanus Lokal
Tetanus local merupakan bentuk yang jarang dimana manifestasi klinisnya terbatas hanya pada otot-otot di sekitar luka. Kelemahan otot dapat terjadi akibat peranan toksin pada tempat hubungan neuromuskuler. Gejala-gejalanya bersifat ringan dan dapat bertahan sampai berbulan-bulan. Progresi ke Tetanus generalisata dapat terjadi. Namun demikian secara umum prognosisnya baik.
3.      Tetanus Sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1-2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf cranial yang tersering adalah saraf ke-7. Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi. Mortalitasnya tinggi.
Secara umum dalam kurun waktu kurang lebih 48 jam penyakit tetanus menjadi nyata terlihat dengan gambaran klinis sebagai berikut :
1.   Tetanus : karena spasmus otot-otot matikatoris ( otot pengunyah).
2.   Kaku kuduk sampai epistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector tungkai).
3.   Ketegangan otot dinding perut (perut kaku seperti papan).
4.   Kejang tonis teritama bila dirangsang karena toksin yang tendapat di komus  
      anterior.
5.   Resus sardonikos karena spasme otot muka (alis tertarik keatas,sudut muka
      tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi)
6.   Kerusakan menelan, gelisah, mudah terrangsang, nyeri kepala, nyeri anggota
      badan
7.   Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan epitotonus, ektrimitas inferior dalam
      keadaan ektensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat .
8.   Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.
9.   Panas biasanya tidak terlalu tinggi.
10. Biasanya terdapat leukositisis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan
      cairan otak.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan dalam 3 stadium :
1. trismus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
3. Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan




F. DIAGNOSA
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa:
1.Gejala klinik
- Kejang tetanik, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile)
2. Adanya luka yang mendahuluinya
3. Kultur: Clostridium tetani (+)
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria

 
     G. PENATALAKSANAAN
1. Umum :
    a. Merawat dan membersihkan luka dengan sebaik-baiknya
    b. Diet cukup kalori dan protein (bentuk makanan tergantung pada kemampuan
        membuka mulut dan menelan)
    c. Isolasi klien untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan  terhadap
        klien lainnya
    d. Oksigen dan pernapasan buatan dan tracheotomy kalau perlu.
    e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Obat-obatan :
    a. Anti toksin
. Tetanus Imun Glubolin (TIG) lebih dianjurkan pemakainnya di bandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Dosis initial TIG adalah 5000 U IM (dosis harian 500 – 6000 U). Kalau tidak adaTIG diberi ATS dengan dosis 5000 U IM dan 5000 U IV.

b. Anti kejang
   Beberapa obat yg dapat diberikan :
               Obat                                  Dosis                                   Efek samping
        - Diasepam               0,5 – 10 mg/kg BB /24 jam IM        - Sopor, koma
        - Meprobamat           300 – 400 mg/4 jam IM                  - Tidak ada
        - Klorpromasin         25 – 75 mg /4 jam IM                      -  Hipotensi
              - Fenobarbital            50 – 100 mg / 4 jam IM                  -  Depresi nafas       




Parkinson's Disease

 Th 1817 ® Dr. James Parkinson mempublikasikan kasus pasien yang mengalami “shaking palsy” (shake = gemetar, palsy = kelumpuhan), Sejak saat itu ®muncul istilah Parkinsonism ®menggambarkan gejala klinik yang ditandai dgn : gemetar, kekakuan, bradikinesia, dan instabilitas postural. Banyak orang yang takut dengan kenyataan bertambahnya usia setiap saat. Penyakit Parkinson merupakan penyakit yang sering diderita lansia. Penyakit yang ditemukan James Parkinson pada tahun 1817 itu bisa menyerang siapa saja. Umumnya, penderita terkena parkinson pada usia 40-70 tahun.  Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Penyakit parkinson bersifat kronis dan progresif, yaitu muncul secara perlahan dan bertahap. Gejala utamanya berupa gangguan motorik karena berkurangnya kadar zat pengantar saraf, yaitu dopamin sebagai modulator pengatur gerakan. Gejala khas parkinson di antaranya, tangan sering gemetar. Gerakan menjadi lamban, gangguan saat berjalan, serta kekakuan gerakan. Penelitian yang dilakukan G Webster Ross dari Veterans Affairs Pacific Islands Health Care System Honolulu mengungkap, berkurangnya kemampuan hidung untuk mencium bisa menjadi gejala awal dari penyakit parkinson. Penelitian itu juga mengatakan, gangguan penciuman terjadi sekitar empat tahun sebelum timbulnya gangguan kemampuan motorik. Studi yang dipublikasikan dalam Annals of Neurology tersebut diikuti oleh 2.267 orang yang telah diperiksa di Kuakini Medical Center Honolulu. Timbulnya masalah identifikasi bau mendahului perkembangan dari parkinson, minimal empat tahun sebelumnya. Penurunan pengenalan bau sering kali diasosiasikan dengan usia tua, kebiasaan merokok, konsumsi kopi, semakin berkurangnya gerakan usus besar, rendahnya fungsi kognitif, dan berlebihan waktu tidur siang hari. 
Definisi
Penyakit parkinson adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem saraf (neurodegenerative) yang bersifat progressive, ditandai dengan ketidakteraturan pergerakan (movement disorder),tremor pada saat istirahat, kesulitan pada saat memulai pergerakan, dan kekakuan otot.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit gangguan syaraf kronis dan progresif yang ditandai dengan gemetar, kekakuan, berkurangnya kecepatan gerakan, dan ekspresi wajah kosong seperti topeng dengan hipersalivasi
Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-rata usia mulai terkena penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal pada usia 40 tahun atau bahkan sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan penyakit Parkinson diperkirakan antara 500.000 sampai satu juta, dengan sekitar 50.000 ke 60.000 terdiagnosa baru penyakit parkonson setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan populasi umur penduduk Amerika
Etiologi
 - Idiopatik
- Penurunan dopamin di substansia Nigra
Patofisiologi 
Gejala-gejala penyakit Parkinson hasil dari aktivitas sangat berkurangnya pigmen dopamin-mensekresi (dopaminergik) sel-sel di daerah pars compacta dari nigra substantia (harfiah "substansi hitam"). Neuron ini proyek untuk striatum dan kerugian mereka menyebabkan perubahan dalam kegiatan sirkuit saraf di dalam ganglia basal yang mengatur gerakan, pada dasarnya hambatan dari jalur langsung dan eksitasi dari jalur tidak langsung. Jalur langsung memfasilitasi gerakan dan jalur tidak langsung menghambat gerakan, sehingga hilangnya sel-sel ini mengarah ke gangguan gerakan hypokinetic. Kurangnya hasil dopamin di penghambatan peningkatan inti anterior ventral talamus, yang mengirimkan proyeksi rangsang ke korteks motor, sehingga mengarah ke hypokinesia. Ada empat jalur dopamin besar dalam otak; jalur nigrostriatal, yang disebut di atas, menengahi gerakan dan yang paling mencolok terkena dampak penyakit Parkinson-an. Jalur lainnya adalah mesocortical, yang mesolimbic, dan tuberoinfundibular. Gangguan dopamin di sepanjang jalur non-striatal mungkin menjelaskan banyak neuropsikiatri patologi yang berhubungan dengan penyakit Parkinson. Mekanisme dengan mana sel-sel otak di Parkinson hilang dapat terdiri dari akumulasi abnormal synuclein protein alpha-terikat ubiquitin dalam sel yang rusak. Kompleks alpha-synuclein-ubiquitin tidak dapat diarahkan ke proteosome tersebut. Akumulasi protein inklusi sitoplasma bentuk protein yang disebut badan Lewy. Penelitian terbaru tentang patogenesis penyakit telah menunjukkan bahwa kematian neuron dopaminergik oleh alpha-synuclein adalah karena kerusakan dalam mesin yang mengangkut protein antara dua organel seluler utama - retikulum endoplasma (ER) dan aparat Golgi. protein tertentu seperti Rab1 dapat membalikkan cacat yang disebabkan oleh alpha-synuclein pada hewan model. akumulasi yang berlebihan dari besi, yang beracun untuk sel-sel saraf, juga biasanya diamati dalam hubungannya dengan inklusi protein. Besi dan logam transisi lain seperti mengikat tembaga untuk neuromelanin dalam neuron terkena substantia nigra. Neuromelanin dapat bertindak sebagai agen pelindung. Mekanisme yang paling mungkin adalah generasi spesies oksigen reaktif. Besi juga menginduksi agregasi synuclein dengan mekanisme oksidatif. Demikian pula, dopamin dan produk sampingan produksi dopamin meningkatkan agregasi alpha-synuclein. Mekanisme yang tepat dimana agregat seperti kerusakan alpha-synuclein sel tidak diketahui. Agregat mungkin hanya reaksi normal oleh sel-sel sebagai bagian dari upaya mereka untuk memperbaiki, berbeda yang belum diketahui, menghina. Berdasarkan hipotesis ini mekanistik, model tikus transgenik dari Parkinson telah dihasilkan oleh pengenalan synuclein manusia wild type-alpha ke dalam genom tikus di bawah kontrol promotor platelet yang diturunkan-faktor pertumbuhan-β. Tampilan baru-baru ini penyakit Parkinson berimplikasi saluran kalsium khusus yang memungkinkan neuron nigra substantia, tetapi neuron tidak kebanyakan, untuk berulang-ulang api dalam sebuah "alat pacu jantung" seperti pola. Banjir akibat kalsium ke dalam neuron dapat memperburuk kerusakan mitokondria dan dapat menyebabkan kematian sel. Satu studi telah menemukan bahwa, pada hewan percobaan, pengobatan dengan isradapine calcium channel blocker memiliki efek perlindungan yang substansial terhadap perkembangan penyakit Parkinson.

Mioma Uteri

            Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70% dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus, membuktikan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (<1%). Gejala mioma uteri secara medis dan sosial cukup meningkatkan morbiditas, disini termasuk menoragia, ketidaknyamanan daerah pelvis, dan disfungsi reproduksi. Kejadiannya lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri dilaporkan belum pernah terjadi sebelum menarke dan menopause. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39%-11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Di USA warna kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri.

Fisiologi
1. Uterus (Rahim)
Bagian dari suatu sistem reproduksi seorang wanita yang berongga berbetuk buah pear, tempat dimana seorang bayi tumbuh. Pada wanita usia produktif, lapisan uterus tumbuh dan menebal setiap bulan untuk mempersiapkan kehamilan. Jika seorang wanita tidak menjadi hamil, lapisan yang tebal, berdarah mengalir keluar dari tubuh melalu vagina. Pengeluaran ini disebut menstruasi (datang bulan). Uterus mempunyai 3 macam lapisan dinding yaitu:

  1. Perimetrium
Perimetrium yaitu lapisan yang terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus.
  1. Endometrium
Endometrium merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel darah merah. Bila tidak terjadi pembuahan maka dinding endometrium inilah yang akan meluruh bersamaan dengan sel ovum matang.
  1. Myometrium
Miometrium yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk semula setiap bulannya.
 
2. Cervix (Mulut Rahim/Serviks/Leher Rahim)
Bagian bawah yang sempit dari uterus.  Leher rahim atau serviks merupakan bagian dari alat reproduksi wanita yang terletak di bagian bawah rahim. Tugas serviks ini adalah membantu jalannya sperma dari vagina menuju rahim dan Menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran vagina.
3. Fallopian tube/Tuba Fallopi 
Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada dindingnya. Panjang tuba fallopi pada manusia adalah antara 7 hingga 14 cm.
4. Fimbriae
Fimbriae merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian pangkal ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel ovum yang telah matang yang dikelurakan oleh ovarium.
5. Ovary/Ovarium (indung telur)
Indung telur atau ovarium merupakan kelenjar kelamin yang dimiliki oleh wanita. Terdapat dua ovarium dalam sistem reproduksi wanita. Setiap bulan kedua indung telur ini bergantian menghasilkan sel telur. Ovarium berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron. 
 6. Vagina
Vagina adalah saluran berbentuk tabung yang menghubungkan rahim ke bagian luar tubuh wanita. Vagina Berfungsi sebagai organ kopulasi dan saluran persalinan (keluarnya bayi). Sehingga sering disebut dengan liang peranakan. Di dalam vagina ditemukan selaput dara.


Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan yaitu lapisan terluar perimetrium, lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah endometrium. Miometrium adalah yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi. Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos dari myometrium dipanggil leiomioma. Tetapi karena tumor ini berbatas tegas maka ianya sering dipanggil sebagai fibroid. Mioma uteri juga adalah berasingan, bulat, berbatas tegas, warna putih hingga merah jambu pucat, bersifat jinak dan terdiri dari otot polos dengan kuantiti jaringan penghubung fibrosa yang berbeda-beda. Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari corpus uteri dan lagi 5% berasal dari serviks. Mioma uteri juga adalah tumor pelvis yang sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10% kasus ginekologi umumnya. Neoplasma jinak ini mempunyai banyak nama sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, fibroid atau pun mioma uteri.

Definisi

            Mioma uteri adalah neoplasma jinak, yang berasal dari otot uterus yang disebut juga leiomioma uteri atau uterine fibroid. Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus uteri. Yang ada pada serviks uteri hanya di temukan dalam 3 % sedangkan pada korpus uteri 97 % mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun keatas.

Etiologi
 
            Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini. Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor (growth factors).
            Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.
            Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.

Faktor Predisposisi
 
1. Usia penderita
Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi, ianya masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia begini.
2. Hormon endogen

3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.
4. 4. Berat Badan
Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh.


Gejala Klinis
 
            Gejala yang timbul bergantung pada lokasi dan besarnya tumor, namun yang paling sering ditemukan adalah. Perdarahan yang banyak dan lama selama masa haid atau pun di luar masa haid. Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya infeksi di dalam rahim. Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum atau organ rongga panggul lainnya, menimbulkan gangguan buang air besar dan buang air kecil, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul, gangguan ginjal karena pembengkakan tangkai tumor.
            Gangguan sulit hamil karena terjadi penekanan pada saluran indung telur. Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal. Sering kali penderita merasa nyeri akibat miom mengalami degenerasi atau kontraksi uterus berlebihan pada mioma yang tumbuh ke dalam rongga rahim. Pasangan suami istri sering kali sulit untuk punya anak (infertilitas) disebabkan gangguan pada tuba, gangguan implantasi pada endometrium, penyumbatan, dan sebagainya.
 Mioma Uteri dapat mengganggu kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta, terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan keguguran. Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah Mioma Uteri. Saat hamil, mioma uteri cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama kehamilan, tangkai tumor bisa terputar.

Jenis Mioma Uteri

1. Intramular
2. Subserosa
3. Submukosa















Patofisiologi

Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor-l,(IGF-l), connexsin-43-Gap function protein dan marker proliferasi.
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom 7(del(7)(q 21)/q 21 q 32). Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom atau tidak.
 
Dari manapun asalnya, mioma mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif (bertahun-tahun, bukan dalam hitungan bulan), di bawah pengaruh esterogen sirkulasi, dan jika tidak terdeteksi dan diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih, namun sekarang sudah jarang karena cepat terdeteksi. Mula-mula mioma berada di bagian intramural, tetapi ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika esterogen tidak lagi disekresi dalam jumlah yang banyak, mioma cenderung atrofi.

 
Diagnosis

 Dapat ditegakkan dengan:
1. Anamnesis:
Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempunyai gangguan haid dan ada nyeri. 
 
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan uterus
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Ultra Sonografi (USG): mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran sonografi mioma kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas, hypoechoic dan degenerasi kistik menunjukkan anechoic.

b) Magnetic Resonance Imagine (MRI): lebih baik daripada USG tetapi mahal. MRI mampu menentukan saiz, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding myometrium

 
Penatalaksanaan
           
            Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi kepada: 
 
1. Terapi medisinal (hormonal)
            Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri.
Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan GnRHa adalah:
1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri.
2. Mengurangi anemia akibat perdarahan.
3. Mengurangi perdarahan pada saat operasi.
4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma.
5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.
6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.
            Antiprostaglandin, dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri. Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian Naproxen 500-1000 mg setiap hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi mioma, meskipun hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7% wanita dengan menoragia idiopatik.
            Danazol, merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus sebesar 20-25% dimana diperoleh fakta bahwa danazol memiliki substansi androgenik.
 
2. Terapi pembedahan
           Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan
 
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi:
1. Miomektomi
            Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan funsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.
             Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
 
 2. Histerektomi
            Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
   Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH).
   Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
   Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal.




KESIMPULAN
Mioma uteri atau fibroid uterus adalah pertumbuhan jaringan jinak dalam uterus. Pertumbuhan tersebut tidak berhubungan dengan keganasan dan hampir tidak pernah berkembang menjadi kanker. Tiga dari empat wanita mempunyai mioma uteri, tapi seringkali tidak mereka sadari karena tidak bergejala. Mioma uteri biasanya ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan panggul atau USG kehamilan.
Memang diketahui bahwa mioma uteri berasal dari jaringan otot polos uterus tetapi faktor – faktor penyebab tumbuhnya tumor ini dari otot – otot tersebut kurang diketahui.
Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri tergantung telah terjadi perubahan kromosom atau tidak.




Sumber:
Baziad A. 2003. Pengobatan medikamentosa mioma uteri dengan analog GnRH. Dalam: Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Callen PW, ed. 2007. Ultrasonography in Obstetrics and Gynecology. 5th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.
Guyton. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, edisi revisi, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Obstet Gynecol. 2006 Jun;107(6):1453-72.
Prawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu Kebidanan ed IV. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.


http://www.unik.us/