Layanan Fisioterapi

Physiotherapy (Fisioterapi) merupakan salah satu bidang pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. Physiotherapy berasal dari kata : “Physic” (fisik) dan “Therapy” (terapi) yang berarti pengobatan yang dilakukan pada kelainan – kelainan fisik dengan menggunakan sumber – sumber fisis.

Pelayanan fisioterapi sebenarnya sudah dimulai sejak 2000 tahun sebelum masehi. Fisioterapi dilakukan dengan cara

mandi uap, pemijatan dan pemakaian mineral. Munculnya tokoh ilmuwan kedokteran modern yaitu Hipocrates dan memperkenalkan pengobatan fisioterapi dengan lebih lengkap yaitu dengan menggunakan udara segar, hidroterapi, gymanastik dan pemijatan modern.

Seiring perkembangannya yang begitu dinamis fisioterapi kini yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berperan aktif memberikan kontribusi terhadap upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal yang dibutuhkan baik individu maupun kelompok dalam mencegah, intervensi dan pemulihan gangguan gerak fungsional melalui proses fisioterapi

Saat ini ruang lingkup penanganan kasus - kasus penyakit yang membutuhkan pelayanan fisioterapi makin luas seperti kasus pada orthopaedi, neurologi, pediatri, geriatri, ,kardiorespirasi, dan lain-lain. Aspek pendekatan pelayanan fisioterapi meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Makin tingginya pengetahuan masyarakat dibidang kesehatan, tentunya tuntutan pelayanan kesehatanpun makin tinggi, termasuk didalamnya kualitas pelayanan Fisioterapi.

Mencermati perkembangan tersebut, Layanan Rehabilitasi Medik (FISIOTERAPI) Jogja International Hospital berusaha memberikan pelayanan Fisioterapi dengan kualitas global, yang berorientasi pada problematik pasien dan terjangkau oleh masyarakat serta menggunakan konsep fisioterapi terkini yang didukung modalitas fisioterapi yang modern dan tenaga fisioterapis yang profesional

Pelayanan Fisioterapi Jogja International Hospital

Short/Micro Wave Diathermy

Terapi dengan menggunakan gelombang elektromagnetik.

Ultra Sound

Terapi dengan menggunakan gelombang ultra sonic.

Interferenstial Therapy

Terapi dengan menggunakan rangsang elektirs frekuensi menengah.

Faradisasi/Galvanicasi

Terapi dengan meggunakan rangsang elektris frekuensi rendah.

Tens

Terapi dengan menggunakan rangsang elektris frekuensi rendah.

Infra Red

Terapi dengan menggunakan sinar infra merah.

Parafin Bath

Terapi dengan menggunakan lilin cair.

Cold Therapy/Polar Care 500

Terapi dengan menggunakan media es.

Cervical / Lumbal Traction

Terapi dengan menggunakan tarikan pada leher / pinggang.

Nebulizer / Inhalasi Therapy

Terapi dengan penguapan obat + Chest Fisioterapi.

Manual Therapy

Terapi dengan cara menggerakkan otot dan persendian.

Exercise Therapy

Terapi dengan menggunakan metode latihan khusus.

Manual Lymph Drainage Vodder

Terapi massage pada pembuluh limfe dan kelenjar Limfe.

Test dan Evaluasi

MMT, ROM, Functional Examination, dll

Kasus – kasus yang dapat ditangani antara lain :

Kondisi Neurologi.

Gangguan gerak dan fungsi akibat :

CVA, Meningoenchepalitis , Post Traumatism Operation on Brain., HNP, Progressive Muscular Athropy, Bell’s Palsy, Erb’s Paralyse, Drop Hand, Drop Foot, Migrain, Enchepalitis letárgica, dll

Kondisi Orthopaedi

Gangguan gerak dan fungís akibat :

Torticolis, Conginetal Hip Dislocation, Talipes Equino Varus, Strain, Sprain, Subluxation, Dislocation, Fracture, dll Kondisi Kerusakan dan Kelainan Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, Tenovaginitis, Bursitis, Myositis Ossifican, Arthrose Deformans,, Ligamentum Calcification, Spur Formation, Osteoporose. Scoliosis, Kyposis, Lordosis dll.

Kondisi Ginekologi dan Obstetri

Peradangan , Kelainan Menstruasi dan Gangguan Kesuburan. Senam Hamil dan Senam Nifas, Pijat Bayi

Kondisi Kardio Respirasi

Rehabilitasi Fisik pada Gangguan Jantung & Respirasi

a. Mitral Desease, Pulmonary Stenosis, Aortic Desease, Coronary, Tetralogi Fallot, A.S.D, V.S.D

b. Gangguan Sistem Respiratori Bronchitis Chronis, Asthma Bronchiale, Pleuritis, Broncheactase, Bronchopneumonia, Emphysema

Kondisi Telinga Hidung dan Tenggorokan

Otitis Media, Tinitus, Sinusitis, Pharingitis, Radang Selaput Lendir Kronis.

Fisioterapi untuk tujuan pencegahan

a. Fisioterapi preventive pada penderita yang di rawat lama.

b. Fisioterapi preventive pada pekerja yang terbiasa dengan sikap, posisi, gerak tubuh tertentu. Contoh : Duduk, Berdiri, Mengangkat berat.

Kondisi Gigi.

Post extraksi gigi, orthodonsi, gangguan gusi, paradentose.

Kondisi Penyakit Dalam

Akibat keluhan organ dalam : Liver, Usus (penyakit Crohn), Konstipasi, Limfeoedema, Artritis, Chronic Nephritis, Polyarthritis kronis, Coxatrosis, Diabetes,Cervicalgia, Headache Periarthritis humeroscapularis , Cistitis and Bed Wetting, Hemorroids, Loss of Vitality and Impotente, Colecistitis (Inflammation of The Gall), Chronic Enteritis, Low Blood Pressure, Chilling/menggigil,. Gastritis and Gastric Ulcer, Poor Appetite and Stomach Conculsions (nafsu makan rendah), Menopause, Insomnia

Kondisi Penyakit Kulit

Exzema kronis, Acne, Jaringan parut post operasi. Wrinkel
low Back Pain Dan Langkah Penanganannya
· Nyeri pinggang bawah [Low back pain}adalah keluhan yang sering dialami oleh 50-80% penduduk negara-negara industri[Mink 1986,Kramer 1981] dimana prosentasi meningkat sesuai usia.Pada tahun 1975-1978 diteliti 3000 pria dan 3500 wanita usia 20 tahun keatas di Belanda menyatakan 51% pria 57% wanita menyeluh nyeri punggung bawah dimana 50% nya dalam beberapa waktu tidak bugar untuk bekerja dan 8% harus alih pekerjaan
Menurut pengalaman pribadi saya sendiri

· pengunjung klinik Fisioterapi untuk gangguan Musculoskeletal [otot,tulang dan sendi] rata rata yang dikeluhkan adalah permasalahan pinggang dan leher,kadang –kadang gabungan dari keduanya dari keluhan yang ringan sampai kadang gak bisa berjalan. Nyeri,kaku,sampai pada nggangguan ADL[aktivitas keseharian}adalah keluhan yang sering dikeluhkan.

· Menurut para ahli,yang menjadi penyebab nyeri pinggang dan jenis nyeri pinggang banyak ragamnya,yang pada akhirnya memerlukan pendekatan penanganan yang multidisipliner tergantung dari apa yang menjadi penyebabnya.Diantara penyebabnya antara lain menurut Macnab dibagi dalam:

· a.Viscerogenik LBP,berkaitan dengan adanya gangguan penyakit dalam seperti ginjal,tomur didaerah retroperitoneal.

· b.Neurogenik LBP berkaitan dengan adanya gangguan system syaraf oleh karena sebab tertentu seperti thalamic tumor,arachnoid irritasion tumor pada spinal dura

· c.Vascular LBP {berkaitan gangguan sirculasi]contohnya Aneurysma

· d.Psychogenic LBP berkaitan dengan factor pikiran,dan emosi

· e,Spondylogenik LBP berkaitan dengan struktur tulang belakang dan struktur penyokongnya

· Pendapat lain mengelompakkan penyebab nyeri pinggang sebagai berikut

· a.Back-strains[ketegangan/keseleo?/peregangan Ini adalah penyebab yang paling sering muncul pada nyeri pinggang.Strain dapat terjadi pada otot,ligament atau pada persendian tulang belakang,Abnormal stress, gerakan yang tiba-tiba atau penggunaan yang berlebihan seperti duduk lama dikantor atau ngenet dapat memicu back strain,terjatuh,otot yang lemah, hentakan yang tidak dikehendaki dapat juga menjadi pemicunya

· b.Disc degeneration ,/terjadinya kelainan discus,mencakup spondilosis,HNP,Stenosis Spinalis,Osteoartritiss

· c Arthritis.

· d.Sciatica Syaraf sciatica dari pinggang bawah yang berjalan dari tulang belakang ketungkai bagian belakang dapat teriritasi oleh adanya pembengkakan atau peradangan yang pada akhirnya menimbulkan nyeri

· e.osteoporosisPengeropsan tulang atau hilangnya massa tulang

· f,Emotional-stress terkait dengan adanya peningkatan ketegangan otot karena ketegangan pikiran Mengingat nyeri pinggang bawah banyak factor yang menjadi penyebabnya, maka dalam penanganannya pun menjadi memerlukan pendekatan yang comprehensive[Multidispliner] mulai dari Internist, ahli bedah tulang[Orthoped],Neurolog,Rehabilitasi.Fisioterapis dan lain-lain,tergantung penyebabnya.Untuk memastikan penyebabnya,langkah terbaik datanglah ke dokter yang anda percayai.

· Setelah dilakukan pemerikasaan dan dapatkan diagnosisnya dan ternyata penyebab nyeri pinggang Anda adalah karena Spondylogenic maka langkah –langkah terapinya adalah :

· Terapi Conservatif

· 1.Istirahat

· 2.Traction.Dapat dilakukan secara manual oleh Fisioterapis yang Ahli Therapi Manipulasi dan Machine Traksi yang biasanya tersedia bagian Rehabitasi unit Fisioterapi .pada penderita HNP/PDI Tujuan traksi adalah diharapkan akan mengembalikan herniasinya /”slip back into place”

· 3.Modalitas pengobatan pada akut dan chronic LBP Modalitas biasanya yang tersedia unit Rehabilitasi Medik/Fisioterapi berupa Heating,cold,Stimulasi,Elektroterapi exercise yang dapat berupa infrared,Short Wave Diathermy[SWD} es hidrocolattor pack,Whirpooll,Ultrasound.pemilihan modalitas tergantung kondisi serta petunjuk dari ahli Rehablitasi

· 4.Pemberian Obat yang dapat berupaTergantung pilihan dokter yang berkompeten.Menurut literatur dapat berupa:-Morphine-Codein-Non narcotic analgetic:Aspirin,penacitin.dll-Anti inflamasi drugs:Phenilbutazone,dll-Muscle relaxants:Diazepam,Valium,dll-Anti depressant

· 5.Pengaturan postur sewaktu duduk,Activities Daily Living6.Brace

· Terapi OperatifTerapi operasi/surgical treatment adalah pilihan terakhir ketika terapi conservative fail.

· Terapi Alternatifterapi alternative adalah pilihan yang patut dipertimbangkan oleh penderita ketika pengobatan convensional sulit dijangkau oleh karena mahalnya biaya,kurangnya kehangatan hubungan antara dokter dan penderita,atau berbagai alasan lainnya.yang paling berhak menentukan pilihannya kemana dia akan berobat adalah hak prerogative pasien yang semestinya dihargai.Namun demikian adalah merupakan juga kewajiban moral bagi dokter yang ikhlas untuk memberikan informasi yang seperlunya berdasarkan ilmu yang dimilikinya,agar kiranya penderita tidak memilih terapis alternative yang akan memperparah keadaannya.contoh ketika pasien mengalami keluhan nyeri pinggang yang berat yang disebabkan HNP.{pergeseren nucleus pulposus] yang menyebabkan iritasi syaraf pada segmen sekitarnya yang selanjutnya akan menyebabkan nyeri,}Lalu pasien datang ke tukang urut.Maka kemungkinan besar akan menambah parah kondisi yang dialaminya. Banyak terapi alternative yang kini bemuncululan, baik qualified maupun unqualified.ada yang membuka praktek setelah mengikuti program training,kursus atau semacamnya.ada juga yang hanya karena pengalaman saja.Tentunya mereka punya kelebihan atau kadang berlebihan,juga punya kekurangan.Maka telitilah sebelum anda memutuskan untuk mengunjungi praktek terapi alternative. Berlanjut????????????????? Mohon maaf atas segala kekurangannya.kritik dan saran yang membangun kami nantikan.Semoga sehat selalu.

PROGRAM PELAYANAN OKUPASI TERAPI PADA AREA TUMBUH KEMBANG DI RSU PURWOREJO
PROGRAM PELAYANAN OKUPASI TERAPI
PADA AREA TUMBUH KEMBANG
DI RSU PURWOREJO







Oleh :
Fahrudin




PURWOREJO
2008
PROGRAM PELAYANAN OKUPASI TERAPI
PADA AREA TUMBUH KEMBANG
DI RSU PURWOREJO


I. PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan jaman, seiring pula dengan bertambahnya berbagai gangguan pada anak. Anak-anak yang mengalami gangguan memerlukan bantuan khusus atau lebih dibandingkan dengan anak normal. Oleh karena itu, pelayanan rumah sakit hendaknya ditingkatkan secara optimal dalam memberikan pelayanan terhadap pasien. Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM) sebagai salah satu bagian dari rumah sakit yang memberikan pelayanan, hendaknya mengoptimalkan tenaga kesehatan di dalamnya. Dan salah satu tenaga rehab medik yang perlu disempurnakan adalah pelayanan okupasi terapi.
Pelayanan okupasi terapi pada area tumbuh kembang sangat berperan dalam peningkatan kemampuan kognitif, memori, sensorik, komunikasi/bahasa dan perilaku. Dengan demikian, anak yang mengalami gangguan perkembangan dapat berkembang seperti anak normal lain, yang akhirnya dapat mencetak Sumber Daya Manusia yang bermutu.

II. MAKSUD DAN TUJUAN
Dengan adanya pelayanan okupasi terapi di RSU Purworejo maka akan :
1. Menyempurnakan tim pelayanan Instalasi Rehab Medik (IRM).
2. Memberikan pelayanan di bidang tumbuh kembang secara optimal yang meliputi sensorik, motorik, kognitif, ketrampilan sosial maupun perilaku.
3. Menjadikan pelayanan unggulan di bidang tumbuh kembang anak.



III. ANALISIS KAJIAN
Setelah dilakukan pengkajian dapat diketahui bahwa belum ada pelayanan Okupasi Terapi bagian Instalasi Rehab Medik di RSU Purworejo ini.

IV. URAIAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM
Pelayanan diberikan baik secara individu maupun berkelompok atau group. Dengan frekuesi pelayanan setiap hari atau sesuai dengan kondisi pasien, durasi setiap sesi kurang lebih 30-45 menit. Dalam memberikan program-program ini, Okupasi Terapis mendesain sebuah aktivitas yang bersifat terapeutik atau bertujuan. Adapun program yang diberikan meliputi:
a. Program Kognitif
Pelaksanaan program ini terdiri dari beberapa komponen, antara lain;
1. Arousal
Pasien dilatih untuk memberikan respon secara konsisten pada sensori input, misal; membuka mata, gerakan mata mengikuti suatu benda.
2. Orientasi
Pasien dilatih untuk mengidentifikasi orang, tempat dan waktu serta situasi.
3. Attending Behaviour
Pasien dilatih untuk memfokuskan perhatian pada objek/target di lingkungan sekitar
4. Recognition (pengenalan)
Pasien dilatih untuk dapat mengenal suatu objek, wajah, dan lainnya yang sebelumnya sudah diperlihatkan.
5. Memori
Pasien dilatih untuk memanggil kembali informasi yang sudah diberikan pada waktu yang sebentar atau yang sudah lama tersimpan.
6. Kategorisasi
Pasien dilatih untuk mengkategorikan objek dan konsep.


7. Concept formation
Pasien dilatih untuk membayangkan kualitas serta arti dari suatu objek atau peristiwa kemudian menggambarkannya kualitas dan arti tersebut pada semua objek atau peristiwa yang tepat.
8. Sequencing
Pasien dilatih dalam menyusun informasi atau objek menurut peraturan yang khusus, atau kemampuan untuk menyusun informasi atau objek dengan cara yang logis.
9. Problem Solving
Pasien dilatih untuk mengenal masalah, menjabarkan masalah, mengidentifikasi alternatif rencana, memilih rencana, menyusun tahap-tahap perencanaan, mengerjakan rencana tersebut, serta mengevaluasi hasil.
10. General Learning
Pasien dilatih untuk dapat menerima informasi, peraturan-peraturan, strategi-strategi dalam mempelajari sesuatu dan menerapkannya pada situasi yang mirip secara tepat.
11. Integration of Learning
Pasien dilatih untuk dapat menerapkan konsep dan perilaku yang sebelumnya sudah dipelajari ke dalam situasi yang baru.
12. Synthesis of Learning
Pasien dapat menerapkan konsep dan perilaku yang dipelajari sebelumnya ke dalam situasi yang baru.
b. Program Sensorik
Program ini meliputi komponen-komponen antara lain;
1. Sensori awareness : pasien dilatih unruk dapat menerima, mendeteksi, megorientasi, dan melokasikan sensori.




2. Proses sensori, yang meliputi;
a. Tactile
Pasien dilatih untuk dapat menganalisa, membedakan serta melokasikan rangsangan dari reseptor sentuhan pada kulit termasuk membedakan jari-jari.
b. Propioceptive
Pasien dilatih untuk menginterprestasikan rangsangan dari otot-otot, sendi serta jaringan-jaringan lain di dalam yang berhubungan dengan posisi dari bagian anggota tubuh dengan lainnya.
c. Vestibular
Pasien dilatih dalam mengiterpretasikan stimuli dari reseptor bagian dalam telinga tentang posisi dari kepala ke badan, kepala ke arah vertikal, akselerasi dan deselerasi.
d. Visual
Pasien dilatih untuk menginterprestasikan, membedakan, dan melokalisasi rangsangan lewat mata termasuk penggunaan peripheral dan fokus ketajaman mata dalam respon terhadap sinar atau gelap, fiksasi, tracking dan scanning.
e. Auditory
Pasien dilatih menginterprestasikan, membedakan, melokalisasi rangsangan dari reseptor-reseptor auditory di dalam telinga.
f. Gustatory
Pasien dilatih untuk menginterprestasikan, membedakan, melokalisasi dari reseptor-reseptor rasa di mulut.
g. Olfactory
Pasien dilatih menginterprestasikan, membedakan, dan menempatkan rangsangan dari reseptor-reseptor pembauan di dalam hidung.
h. Temperatur
Pasien dilatih menginterprestasikan, membedakan, dan menempatkan rangsangan dari reseptor-reseptor suhu di kulit.
i. Vibration (getaran)
Pasien dilatih dalam menginterprestasikan, membedakan dan menempatkan rangsangan dari reseptor-reseptor getaran di dalam kulit.
3. Keterampilan sensori, yang meliputi;
a. Stereognosis
Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi suatu objek (ukuran, bentuk, tekstur) melalui sentuhan.
b. Graphestesia
Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi simbol-simbol atau bentuk tulisan melalui sentuhan pada kulit.
c. Kinesthesia
Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi arah dan tujuan gerakan sendi.
d. Body Scheme
Pasien dlatih untuk dapat menghubungkan internal awareness dengan bagian tubuh-tubuh lainnya, termasuk membedakan bagian kanan dan kiri serta membedakan bagian-bagian tubuh.
e. Form Constancy
Pasien dapat mengenal bentuk-bentuk dan objek pada berbagai jenis, posisi dan ukuran secara keseluruhan.
f. Spatial Relationship
Pasien dilatih untuk dapat menerima dirinya dalam hubungannya dengan objek lain atau oebjek yang berhubungan dengan dirinya.
g. Orientasi Thopografik
Pasien dilatih untuk dapat menentukan lokasi objek melalui rute lokasi yang diberikan.
h. Visual Closure
Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi objek atau bentuk yang tidak lengkap.

i. Figure Ground
Pasien dilatih untuk dapat membedakan bagian depan dan belakang dari suatu objek.
c. Program Motorik
Pelaksanaan program ini meliputi berbagai komponen sebagai berikut;
1. Kematangan reflek;
Pasien dilatih untuk mematangkan reflek primitif dan integrasi sensori.
2. Range of Motion (Lingkup Gerak Sendi);
Pasien dilatih untuk dapat menggerakan semua sendi dalam batas normal.
3. Muscle tone (tonus otot), kekuatan, dan endurance (daya tahan);
Pasien dilatih untuk dapat memperoleh kembali tonus yang normal, meningkatkan kekuatan otot, serta meningkatkan durasi ketahanan otot.
4. Kontrol postural;
Pasien dilatih untuk dapat mempertahankan posisi dan kelurusan dari kepala, leher, trunk dan kelurusan ekstremitas saat dilakukan reaksi equilibrium.
5. Perkembangan motorik kasar;
Pasien dilatih untuk dapat melakukan gerakan motorik kasar seperti; berguling, duduk, berdiri, berlari, skipping, loncat dll.
6. Koordinasi motorik kasar;
Pasien dilatih untuk menggunakan group otot yang besar untuk mengontrol gerakan seperti bilateral standing, reciprocal leg movement dalam bersepeda, melempar bola, dan menangkap bola.
7. Koordinasi motorik halus; manipulasi, dan ketangkasan;
Pasien dilatih untuk dapat mengontrol gerakan seperti; mengambil pulpen, menulis surat, memutar mur dan baut.
8. Hand Skills;
Pasien dilatih untuk dalam melakukan dan mempertahankan fungsi tangan dalam hal pola memegang (grasp pattern).
d. Program Psikososial
Pelaksanaan program ini meliputi;
1. Keterampilan psikologi;
Pasien dilatih untuk memiliki identitas diri, konsep diri, mood yang baik, minat, inisiasi aktivitas, terminasi aktivitas, stres manajemen, kontrol diri, kemampuan diri yang realistis, dan ekspresi diri.
2. Keterampilan sosial;
Pasien dilatih untuk dapat berinteraksi dengan baik, bersosialisasi, memiliki peran yang sesuai, berparitisipasi dalam group, serta hubungan interpersonal.

e. Terapi Group
Pelaksanaan program terapi group ini adalah melatih pasien, khususnya pada komponen-komponen sebagai berikut;
1. Hubungan sosial
Pasien dilatih untuk dapat berinteraksi menggunakan kesopanan, kontak mata, gerak-gerik, mendengar, serta ekspresi diri yang tepat dan benar dalam berhubungan dengan aktivitas-aktivitas sosial.
2. Sosialisasi dan percakapan
Pasien dilatih untuk dapat menggunakan verbal dan nonverbal komunikasi dalam berinteraksi di dalam berbagai kegiatan sosial.
3. Perilaku peran
Pasien dilatih untuk dapat mengidentifikasi peran-peran yang dapat diterima oleh masyarakat/sosial.
4. Dyadic interaction (hubungan satu – satu)
Pasien dilatih untuk dapat memelihara dan berpartisipasi dalam hubungan one to one, berupa kerjasama dengan satu orang dalam menyelesaikan suatu aktivitas.
5. Interaksi antar group
Pasien dilatih untuk dapat berinteraksi dengan berbagai group yang berbeda.
V. SARANA PENDUKUNG
Sebagai penunjang kesuksesan pelaksanaan program pelayanan Okupasi Terapi pada area tumbuh kembang, maka diperlukan berbagai sarana pendukung. Adapun sarana pendukung yang dibutuhkan antara lain;
a. Ruangan;
Diperlukan untuk tempat pelaksanaan terapi, disarankan ruangan berbentuk hall guna pelaksanaan group terapi, serta ruangan yang lebih kecil untuk terapi individu.
b. Tenaga pendukung, meliputi; dokter anak, fisioterapi, psikologi, perawat, dan dokter rehab medis.
c. Jadwal pelayanan okupasi terapi;
Jadwal pelayanan dilakukan setiap hari pada jam kerja atau sesuai dengan kondisi dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit. Pemberian terapi dapat dilakukan secara berkelompok maupun secara individu. Sehingga dalam pemberian pelayanan, jadwal direncanakan sebagai berikut;
1. Hari Senin – Kamis untuk pelaksanaan terapi individu.
2. Hari Jum’at – Sabtu untuk pelaksanaan terapi kelompok.
Untuk pasien yang baru datang antara Hari Senin s.d. Hari Kamis, maka pasien langsung mendapat penanganan terapi individu. Sedangkan bagi pasien baru yang datang di Hari Jum’at dan Hari Sabtu, maka pasien tersebut tetap dimasukkan dalam group (menjalani observasi dan pemeriksaan), artinya pasien baru tersebut tidak diikutkan materi group secara khusus, namun sekedar pengenalan.








Sedangkan jadwal Pelayanan Okupasi Terapi Tumbuh Kembang sebagai berikut;
No. Hari Materi Pelaksanaan Komponen yang dievaluasi

1. Senin s.d. Kamis Sesuai dengan kondisi pasien Terapi individu Sesuai dengan pelaksanaan terapi
2. Jum’at  Play therapy
 Hand skill  Bermain bersama
 Latihan keseimbangan
 Postur control
 Menggunting
 Mewarnai
 Melipat  Kognitif
 Motorik
 Sensorik
 Social skill

3. Sabtu  Music Therapy Sosialisasi, komunikasi audio visual menggunakan media televisi, VCD, alat musik  Kognitif
 Motorik
 Sensorik
 Social skill
d. Kerjasama dengan sekolah-sekolahan baik prasekolah/tingkat dasar di Purworejo. Pemberian informasi dapat berupa pemberian brosur atau pamflet. Tujuan kerjasama pelayanan tumbuh kembang berbentuk;
1. Melakukan deteksi dini pada perkembangan anak.
2. Pemberian layanan tumbuh kembang bagi siswa-siswa yang memerlukan, artinya bagi anak yang mengalami keterlambatan perkembangan difasilitasi agar berkembang ke arah yang normal. Sedangkan bagi anak yang perkembangannya cenderung stabil pelayanan yang diberikan bersifat memaksimalkan kemampuan anak.
e. Media terapi
Sebagai penunjang pelaksana pelayanan okupasi terapi, maka diperlukan beberapa media/alat terapi. Sedangkan alat-alat yang dibutuhkan antara lain seperti yang tertera pada tabel di bawah ini;

Daftar Media Layanan Terapi yang Dibutuhkan Dalam Pengadaan Pelayanan Okupasi Terapi Di RSU Purworejo


a) Alat Media terapi
No. Nama alat Jumlah
1.
2.
3.
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Balok keseimbangan
Matras
Guling
Bola bobath besar
Bola karet
Standing Table
Puzzle angka 1-10
Puzzle Warna
Puzzle Gambar
Puzzle Huruf
Puzzle tubuh manusia
Puzzle wajah
Kartu Huruf
Kartu bergambar (hewan, buah, profesi dll)
Kartu gambar aktivitas keseharian
Peg board
Tic Tac Toe
Donat susun
Malam ped
Balok bangunan
Ayunan (Hammock)
Manik-manik
Shoe Laces
Meja Terapi
Hola Hop
Televisi
VCD Player 1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 paket
1 paket
1 paket
1 buah
1 buah
1 buah
2 paket
1 paket
1 buah
1 buah
1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
3 buah
1 buah
1 buah






Pada hakikatnya kebutuhan media atau alat terapi disesuaikan dengan keadaan atau kondisi rumah sakit.

b) Peralatan ruangan
1. Meja tulis : 1 buah
2. Meja anak : 1 buah
3. Alat tulis : 1 paket
4. Alat-alat kantor : 1 paket
5. Kursi besar : 3 buah
6. Kursi kecil : 2 buah
7. Cermin : 1 buah
8. White board dan spidol : 1 buah
9. Lemari : 1 buah


VI. PENUTUP
Demikian proposal pengadaan program pelayanan okupasi terapi pada area tumbuh kembang di RSU Purworejo kami buat. Besar harapan kami untuk terkabulnya permohonan ini. Atas terkabulnya permohonan ini, kami ucapkan terima kasih.

Purworejo, 14 April 2008



Fahrudin








Penatalaksanaan Terapi Latihan pada Pasien Pasca Sectio Caesarea
Kerangka Proposal KTI
“Penatalaksanaan Terapi Latihan pada Pasien Pasca Sectio Caesarea”

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Deskripsi Kasus
1. Anatomi Fungsional
2. Definisi
a. Definisi Sectio Caesarea
b. Jenis Sectio Caesarea
c. Teknik Sectio Caesarea
3. Pembiusan
4. Etiologi
5. Akibat Operasi
a. Akibat Sectio Caesarea
b. Proses Penyembuhan
c. Masalah yang Timbul
6. Komplikasi
7. Prognosis
B. Deskripsi Problematika Fisioterapi
1. Impairment
2. Functional Limitation
3. Participation Restriction
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi
1. Terapi Latihan
a. Static Contraction
b. Free Active Movement
2. Breathing Exercise
a. Deep Breathing Exercise
b. Abdominal Breathing Exercise
3. Edukasi
BAB III Rencana Pelaksanaan Studi Kasus
A. Rencana Pengkajian Fisioterapi
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
1) Vital Sign
2) Inspeksi
3) Palpasi
4) Kognitif, Intrapersonal, dan Interpersonal
b. Pemeriksaan Khusus
1) Pemeriksaan Nyeri
2) Pemeriksaan Homan’s Sign
3) Pemeriksaan Diastasis Recti
4) Pemeriksaan Kekuatan Otot
5) Pemeriksaan Fungsional
B. Rencana Pelaksanaan Fisioterapi
1. Tujuan Terapi
a. Tujuan Jangka Pendek
b. Tujuan Jangka Panjang
2. Bentuk Latihan
a. Hari Pertama
1) Abdominal Breathing Exercise
2) Latihan Aktif untuk Bahu , Siku, dan jari-jari
3) Latihan Aktif pada Kaki dan Lutut
4) Positioning
5) Latihan Aktif untuk Otot Tungkai
b. Hari Kedua
1) Sama seperti latihan pada hari sebelumnya
2) Latihan Penguatan Otot perut
3) Latihan Penguatan Otot Dasar Panggul
c. Hari Ketiga
1) Sama seperti latihan pada hari sebelumnya
2) Latihan Duduk dan Berdiri
3) Latihan Pembentukan Sikap Tubuh yang Benar
4) Latihan Rileksasi
d. Hari Keempat
1) Sama seperti latihan pada hari sebelumnya
2) Latihan Jalan
e. Hari Kelima
1) Sama seperti pada hari sebelumnya
2) Latihan Jongkok Berdiri
f. Hari Keenam
Melakukan semua gerakan di atas dengan penambahan intensitas.
3. Edukasi
C. Rencana Evaluasi Hasil Terapi
Untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien , meliputi :
1. Peningkatan Elastisitas Otot Perut dengan Diastasis Recti
2. Peningkatan Kekuatan Otot Perut dengan MMT
3. Pengurangan Nyeri dengan VDS
4. Ada Tidaknya Gejala DVT dengan Homan’s Sign
5. Peningkatan Kemampuan Fungsional dengan Indeks Katz


FISIOTERAPI & CERVICAL ROOT SYNDROME



FISIOTERAPI &
CERVICAL ROOT SYNDROME


Pernahkah Anda merasa sakit nyeri di pundak atau tangan, tetapi tidak menemukan pusat sakitnya? Bisa jadi Anda menderita cervical root syndrome yaitu gangguan yang terjadi pada radiks plexus brachialis yang disebabkan oleh penjepitan saraf, HNP, atau spasme otot. Gangguan pada ujung saraf ini dapal menyebabkan sakit pada bagian tubuh lain, sepanjang saraf itu berada.

Apakah Faktor Penyebabnya ??

• Adanya entrapment (penjepitan)
Kondisi ini misalnya berupa kerusakan pada susunan tulang atau bergesernya bantalan sendi (diskus) di daerah leher hingga menjepit saraf di sekitarnya.
• Kebiasaan postur yang buruk seperti menelepon dengan posisi leher menekuk atau menonton TV dengan kepala terfiksir pada satu arah.
• Spasme otot-otot leher karena kelelahan, stress, dll.



Bagaimana Nyeri yang Dirasakan ??

Ciri khas saraf terjepit adalah rasa nyeri pada leher dan bahu yang tajam dan panas dan menyebar sepanjang perjalanan saraf brachialis yaitu ke lengan hingga ke telapak tangan. Pada kasus yang berat, biasanya pasien mengalami kesemutan di tangan dan gerakan refleksnya berkurang.

Bagaimana Cara Mencegahnya ??

• Hindari menelepon dengan posisi leher menekuk. Anda bisa menggunakan headset untuk mengatasinya.
• Cari posisi tidur yang nyaman, terutama untuk leher.
• Bila menonton pertunjukkan atau pertandingan langsung maupun melalui layar lebar, pilih tempat duduk yang tepat sehingga Anda tidak harus menolehkan-nolehkan leher.
• Kurangi aktivitas yang membuat leher terfiksir pada satu arah dan membuat tegang otot-otot leher.
• Jika ada keluhan segera beri tindakan. Biasanya pasien datang jika kondisinya sudah parah atau mengalami gejala kelumpuhan lanjut hingga tidak dapat disembuhkan sepenuhnya lagi.



Bagaimana penanganan yang tepat ??

• Segera periksakan diri ke dokter ketika merasakan gejala awal.
• Menggunakan penahan tulang leher (cervical collar)
Tujuannya untuk membantu membatasi gerakan pada leher, sehingga bisa mengurangi rasa sakit.

• Menggunakan bantal khusus untuk leher (cervical pillow)
Bantal ini dirancang khusus, sesuai dengan struktur tulang leher manusia, untuk mengurangi rasa nyeri dan membantu pasien bisa tidur lebih nyenyak di malam hari. Bantal ini bisa dibeli di toko alat kesehatan ataupun terapis kesehatan.
• Renang dan pilates
Olahraga yang tepat bagi pasien radiculopati cervical atau saraf terjepit adalah berenang dan pilates. Kegiatan fisik ini dapat memperkuat otot punggung dan leher tanpa menimbulkan tekanan yang besar pada tubuh, sehingga meminimalkan risiko timbulnya nyeri.

• Terapi fisik (fisioterapi)
Fisioterapi merupakan cara yang paling sering disarankan oleh ahli medis untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan pada pasien saraf terjepit. Terapi ini dapat meningkatkan kemampuan tubuh dan membantu mengurangi rasa sakit, sehingga pasien dapat lebih leluasa menjalankan aktivitas sehari-hari.

Bagaimana Fisioterapi Dapat Mmembantu ??

Fisioterapi merupakan cara yang paling sering disarankan oleh ahli medis untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan pada pasien saraf terjepit. Terapi ini dapat meningkatkan kemampuan tubuh dan membantu mengurangi rasa sakit, sehingga pasien dapat lebih leluasa menjalankan aktivitas sehari-hari. Penanganan yang dilakukan melalui :
• Traksi dan kompresi
• Mobilisasi saraf
• Blocking nyeri
• Memperbaiki sirkulasi
• Menurunkan spasme







Fisioterapi pada Frozen Shoulder

Fisioterapi pada Frozen Shoulder
Akibat Hemiplegia

Suharto, RPT
Akademi Fisioterapi Departemen Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Ujungpandang
PENDAHULUAN
Di tengah masyarakat sering dijumpai pasien dengan ke-
lumpuhan separuh badan yang dapat mengakibatkan terganggu-
nya aktifitas bahu; hal ini membuat penderita semakin sulit
berbuat sesuatu dalam keluarganya, dan pada umumnya hidup
dengan bantuan orang lain, sehingga terkadang timbul rasa benci
pada diri sendiri dan rasa rendah diri di dalam keluarga akibat
ketergantungan hidup dengan orang lain.
Pada dasarnya gangguan keterbatasan sendi bahu ini dapat
disebabkan oleh berbagai macam penyebab, salah satu di an-
taranya adalah akibat kelumpuhan separuh badan.
Kondisi frozen shoulder akibat kelumpuhan separuh badan
ini selain membutuhkan obat-obatan, juga tidak kalah penting
nya adalah pengobatan fisioterapi terutama dengan mengguna-
kan modalitas exercise therapy, sebab sampai saat ini, tidak ada
obat yang dapat mengatasi gangguan gerak dan kekakuan sendi
kecuali dengan exercise therapy yang tepat.
ANATOMI DAN FISIOLOGI TERAPAN
1) Shoulder Joint
Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkin-
kan oleh sejumlah sendi yang saling berhubungan erat, misal-
nya sendi kostovertebral atas, sendi akromioklavikular, sendi
sternoklavikular, permukaan pergeseran skapulotorakal dan
sendi glenohumeral atau sendi bahu. Gangguan gerakan di
dalam sendi bahu sering mempunyai konsekuensi untuk sendi
sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya.
Sendi bahu dibentuk oleh kepala tutang humerus dan
mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini meng-
hasilkan gerakan fungsional sehari-hari seperti menyisir, meng-
garuk kepala, mengambil dompet dan sebagainya atas kerja sama
yang harmonis dan simultan dengan sendi-sendi lainnya. Cavitas
glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak cekung tempat
melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas
glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga
bagian dan kepala tulang sendinya yang agak besar, keadaan ini
otomatis membuat sendi tersebut tidak stabil namun paling luas
gerakannya.
Beberapa karakteristik daripada sendi bahu, yaitu:
Perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan
kepala sendinya tidak sebanding.
Kapsul sendinya relatif lemah.
Otot-otot pembungkus sendinya relatif lemah, seperti otot
supraspinatus, infrapinatus, teres minor dan subscapularis.
Gerakannya paling luas.
Stabilitas sendinya relatif kurang stabil.
Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu
lebih mudah mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan
sendi lainnya
(1)
.
2) Kapsul Sendi
Kapsul sendi terdiri atas 2 lapisan (Haagenars)
(1)
:
a) Kapsul Sinovial (lapisan bagian dalam) dengan karakteris
tik mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak
memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah.
Fungsinya menghasilkan cairan sinovial sendi dan sebagai
transformator makanan ke tulang rawan sendi.
Bila ada gangguan pada sendi yang ringan saja, maka yang
pertama kali mengalami gangguan fungsi adalah kapsul sino-
vial, tetapi karena kapsul tersebut tidak memiliki reseptor
nyeri, maka kita tidak merasa nyeri apabila ada gangguan, misalnya
pada artrosis sendi.
b) Kapsul Fibrosa
Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki
saraf reseptor dan pembuluh darah.
Fungsinya memelihara posisi dan stabititas sendi, meme
lihara regenerasi kapsul sendi.
Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997 57
Kita dapat merasakan posisi sendi dan merasakan nyeri bila
rangsangan tersebut sudah sampai di kapsul fibrosa.
3) Kartilago
Kartilago atau ujung tulang rawan sendi berfungsi sebagai
bantalan sendi, sehingga tidak nyeri sewaktu penderita berjalau.
Namun demikian pada gerakan tertentu sendi dapat nyeri akibat
gangguan yang dikenal dengan degenerasi kartilago (Weiss,
1979)
(1)
.
FROZEN SHOULDER
Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit
atau sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memper
lihatkan kelainan pada foto Rontgen. tetapi menunjukkan adanya
pembatasan gerak
(2)
.

Adanya nyeri sekitar bahu.

Keterbatasan gerak sendi bahu, misalnya pasien tidak dapat
Fase-fase Frozen Shoulder
(1)
Fase I
Dari 24 jamminggu I setelah trauma dengan gejala-gejala:
nyeri yang dominan, gerakan sendi terbatas ke segala arah karena
sakit, dan kadang-kadang disertai bengkak.
Dari minggu II s/d IV setelah trauma, dengan gejala-gejala
yang dominan : jarak gerak sendi (ROM) terbatas, kaku terutama
pada abduksi dan exorotasi, nyeri tajam pada akhir ROM dan
gangguan koordinasi dan aktivitas lengan/bahu.
d) Tes Orientasi : Untuk melihat kemampuan aktivitas lengan.

Menambah jarak gerak sendi bahu,
Frozen shoulder dapat diidentikkan dengan capsulitis
adhesif dan periarthritis yang ditandai dengan keterbatasan gerak
baik secara pasif maupun aktif pada semua pola gerak.
Pada penderita kelumpuhan separuh badan (hemiplegia),
otot-otot sekitar sendi bahunya mengalami kelumpuhan. Posisi
menggantung lengan disertai hilangnya kekuatan otot dan peng
ikat sendi (ligamen) sebagai penyangga mengakibatkan keluar
nya kepala sendi dari mangkoknya yang disebut subluksasi sendi
bahu sehingga mengakibatkan tidak sempurnanya scapulo
humeral rhythm. Bila lengan digerakkan ke atas secara pasif, ge
rakan berputar tulang belikat dan terangkatnya tulang akromion
yang dibutuhkan tidak terjadi, sehingga tonjolan tulang humerus
membentur tulang akromion dan penderita merasa sakit.
Stabilisasi pasif sendi (ligament) coracohumrale yang ber
fungsi dalam mekanisme pengerem terhadap gerakan berlebihan
sendi bahu sering terganggu akibat hilangnya mekanisme perlin
dungan otot-otot bahu; akibatnya, fungsinya sebagai pengerem
hilang, sehingga pada keadaan tersebut otot-otot sekitar sendi
bahu (rotator cuff) akan sangat mudah mengalami cedera atau
terjadinya penguluran yang berlebihan yang dikenal dengan over
stretch.
Dengan berbagai faktor di atas, penderita cenderung takut
bila lengannya digerakkan ke atas, dan mempertahankan lengan
nya dalam posisi mendekat di badan (adduksi).
Bilahal ini terjadi dan berlangsung lama, akan mengakibat
kan perlengketan kapsul dan mengkerutnya kapsul sendi se
hingga gerakan sendi tersebut akan mengalami keterbatasan dan
bertambah nyeri.
Gejala
mengangkat lengannya, tidak dapat menyisir, tidak dapat meng -
ambil dompet.

Otot-otot daerah sendi bahu nampak mengecil.
Pengetahuan mengenai fase-fase ini sangat penting artinya
terutama dalam pelaksanaan terapi fisioterapi.
Fase II
Fase III
Setelah minggu IV, dengan gejala-gejala dominan : bahu
kaku dan terkunci pada ROM tertentu serta timbulnya subtle
sign, gerakan sendi bahu sangat terbatas, membesarnya otot-otot
daerah gelang bahu dan sedikit rasa nyeri.
PEMERIKSAAN FISIOTERAPI:
Pemeriksaan fisioterapi pada kondisifrozen shoulder akibat
kelumpuhan separuh badan, sebagai berikut:
a) Anamnesis Umum : Identitas penderita
b) Anamnesis khusus:

Keluhan utama penderita

Lokasi keluhan utama

Sifat keluhan utama

Lamanya keluhan

Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
c) Inspeksi : Dilakukan dalam posisi statis dan dinamis pen-
derita.
e) Pemeriksaan Fungsi Dasar : Gerakan aktif, pasif dan tes
isometrik melawan tahanan sendi bahu.
f) Pemeriksaan Spesifik:

Tes intra artikular (Joint Play Movement) sendi bahu.

Tes kekuatan otot.

Tes koordinasi gerakan.

Tes sirkumferentia otot (lingkar otot) daerah bahu.
PENGOBATAN FISIOTERAPI
Pengobatan fisioterapi pada kasus frozen shoulder akibat
kelumpuhan separuh badan didasarkan atas problematik yang
terjadi pada pasien. Adapun masalah yang sering mengganggu
pasien seperti ini adalah : rasa nyeri gerak, terbatasnya ROM
sendi bahu, kelemahan otot-otot daerah bahu, tidak mampu me
lakukan gerakan-gerakan fungsional, yaitu : menyisir rambut,
mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet.
Tujuan fisioterapi

Mengatasi rasa nyeri pada bahu.

Meningkatkan kekuatan otot-otot bagu.

Mengembalikan aktifitas fungsional bahu.
Pelaksanaan Fisioterapi
1) Elektro Terapi
Elektro terapi yang digunakan pada kondisi ini adalah
Continuous Electro Magnetic 27 MHz (CEM). Merupakan arus
AC dengan frekuensi terapi 27 MHz yang memproduksi energi
elektromagnetik dengan panjang gelombang 11,6 meter, di
gunakan untuk menimbulkan berbagai efek terapeutik melalui
suatu proses tertentu dalam jaringan tubuh. Arus CEM ini meng-
Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997
58 hasilkan energi internal kinetika di dalam jaringan tubuh se-
hingga timbul panas; energi ini akan menimbulkan pengaruh
biofisika tubuh misalnya pada thermosensor lokal maupun
sentral (kulit dan hipotalamus) dan juga terhadap struktur per-
sendian.
Tujuan yang diharapkan dan arus CEM ini adalah menu-
runkan aktifitas noxe sehingga nyeri berkurang, meningkatkan
elastisitasjaringan dan sebagai pendahuluan sebelum exercises.
2) Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi yang diberikan adalah gerakan roll dan
slide pada gerakan-gerakan sendi bahu yang mengalami keter
batasan.
Tujuan metode ini adalah membebaskan perlengketan pada
permukaan sendi, sehingga jarak gerak sendi akan bertambah.
Dasar teknik ini adalah memperhatikan bentuk kedua per
mukaan sendi dan mengikuti aturan Hukum Konkaf dan Kon
veks suatu persendian.
3) Exercises Therapy
Exercises therapy yang diberikan pada kondisi tersebut
adalah latihan Resistance Exercises dan Metode Proprioceptive
Neuromuscular Facilitation (PNF) yang bertujuan meningkat
kan kekuatan otot daerah bahu baik manual maupun dengan
menggunakan beban. Selain itu juga dapat diberikan latihan
dengan teknik Hold Relax yang bertujuan untuk mengulur otot
otot yang memendek pada daerah bahu.
Latihan tersebut sebaiknya dilaksanakan setelah penderita
mendapatkan modalitas elektro terapi.
4. Djohan Aras. Pelatihan Elektro Terapi. Makalah Akfis. Ujungpandang. 1993.
5. Priguna Sidharta. Sakit neuromuskuloskeletal dal praktek umum, Pustaka
Universitas UI, Jakarta. 1983.
8. Soeharyono. Sinkronisa.ci gerak persendian daerah gelang bahu pada gerak
abduksi lengan. Maj Fisioterapi 1994; 2(23).
4) Latihan aktivitas sehari-hari
Bentuk aktivitas yang bermanfaat bagi penderita frozen
shoulder adalah menyisir rambut, mengambil sesuatu yang
tinggi, mengambil dompet, memutar lengan, dan mengangkat
beban yang kecil-kecil.
KEPUSTAKAAN
1. Djohan Aras. Penatalaksanaan fisioterapi pada frozen shoulder, Akfis
Ujungpandang. 1994.
2. de Wolf AN, Mens JMA. Pemeriksaan alat penggerak tubuh, diagnostik fisis
umum, cet 11, Bohn Statleu Van Loghum Houten/Zaventem. 1994.
3. Kisner C. Lynn AC. Therapeutic exercises foundation and techniques, ed. 11.
Philadelphia, USA: F.A. Davis Co. 1990.
6. Purnomo. Fisioterapi pada kapsulitis adhesive, TITAFI ke VI, Jakarta. 1988.
7. Cailliet R. Soft tissue pain and disability. Philadelphia, USA: F.A. Davis Co.
1977.
All the pleasures of the world is only a short dream
(Patriach)
Cermin Dunia Kedokteran No. 120, 1997 59